BERITA UTAMAMIMIKApinpost

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua Tuntut Pembebasan 7 Aktivis Demo Tolak Otsus di Timika

pngtree vector tick icon png image 1025736
6
×

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua Tuntut Pembebasan 7 Aktivis Demo Tolak Otsus di Timika

Share this article

Timika, fajarpapua.com
Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua melalui siaran pers bernomor: 020-SK-KPHHP/IX/2020 menuntut Polres Mimika agar membebaskan 7 tahanan pada aksi demo, Rabu (23/9) pagi.

Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya
Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya

Salah seorang penanggungjawab kegiatan, Ny. Vanda Flassy ketika dikonfirmasi Fajar Papua mengemukakan, siaran pers tersebut berisi tentang bungkamnya ruang demokrasi Front Rakyat Papua yang menolak Otsus Jilid II.

“Iya benar, itu aspirasi murni masyarakat,” ungkap Ny. Vanda.

Sementara dalam siaran pers tersebut, Front Rakyat Papua menuntut polisi segera membebaskan 7 orang yang ditahan dan mengadili oknum polisi pelaku kekerasan terhadap massa aksi.

Dituliskan, gabungan keamanan TNI/POLRI di Timika membubarkan massa aksi Front Rakyat Papua secara paksa menggunakan kekerasan dan menangkap 7 (tujuh) orang massa yakni PA, FY, AM, DI, MY, PN, dan DS.

“Akibat pendekatan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan kepada massa aksi Front Rakyat Papua membuat salah seorang massa aksi bernama Fredy Yeimo mengalami luka,” tulis siaran pers tersebut.

Dikatakan, pembubaran paksa menggunakan kekerasan terhadap massa aksi Front Rakyat Papua bertentangan dengan hukum sebab dalam rangka mengelar aksi damai dengan tema “Merespon Kebijakan Implementasi Otsus yang belum berpihak dan berdampak bagi rakyat Papua” pada tanggal 23 September 2020, pada hari Senin, 21 September 2020, Front Rakyat Papua telah melayangkan surat pemberitahuan ke Polres Mimika dimana salinan surat pemberitahuan telah dikirim juga ke Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua.

Langkah itu dinilai telah memenuhi ketentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka umum sebagai berikut :

Pasal 10

(1) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
(2) pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.
(3) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.

Mereka menilai, Kepolisian Resort Mimika yang menerima surat pemberitahuan diatas tidak menerbitakan Surat Tanda Terima Pemberitahuan secara langsung, membuktikan bahwa pihak kepolisian tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana diatur pada pasal 13 ayat (1) huruf a, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka umum sebagai berikut :

Pasal 13 ayat (1) huruf a

“Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri wajib segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan”.

Selain itu, salah seorang anggota Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua yang juga advokat, Jhon Mambor, S.H mengatakan pihak kepolisian hanya mengamankan tujuh orang massa aksi hanya untuk diintrogasi.

Menurut John, Polisi tidak menunjukan Surat Tugas dan Surat Penangkapan serta Surat Penahanan kepada dirinya. Hal itu dinilai polisi telah mengabaikan perintah Pasal 18, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sebagai berikut :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *