Timika, fajarpapua.com – Proyek pembangunan gereja di Mile 32 Kabupaten Mimika yang kini menjadi objek pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyisahkan fakta yang mencengangkan.
Berdasarkan data LPSE Kabupaten Mimika, pengerjaan konstruksi tahap pertama tahun 2015 menghabiskan dana Rp 46,2 miliar, disusul tahap dua tahun 2016 Rp 65,6 miliar dan tahap tiga tahun 2019 Rp 47,5 miliar. Pada tahun yang sama dana untuk pengawasan Rp 2,5 miliar.
Meskipun total sudah menghabiskan dana Rp 161,8 miliar yang semuanya dibebankan pada APBD Kabupaten Mimika, namun pengerjaan rumah ibadah tersebut belum juga tuntas. Bahkan diprediksi bangunan bakal menghabiskan Rp 200-an miliar lebih.
Dana yang dihabiskan tersebut jauh melampui taksiran pihak konsultan. Pada tahun 2015 lalu, konsultan memastikan total dana yang dihabiskan hingga proyek tuntas sebesar Rp 164 miliar.
Sejak awal, sejumlah pihak sudah mengendus adanya ketidakberesan dalam proyek tersebut.
Anggota DPRD Mimika, Saleh Alhamid dikonfirmasi Fajar Papua di kediamannya, Jumat (6/11), mengemukakan pembangunan tahap satu lelang proyek dilakukan bulan September dan kontrak bulan Oktober dengan besaran Rp 46,2 miliar.
Jika dihitung pengerjaan hari efektif sejak awal Oktober hingga 31 Desember tersedia waktu 75 hari. Artinya dalam kalkulasi matematis, pengerjaan konstruksi beton 75 hari untuk dana Rp 46,2 miliar setiap harinya harus menyerap Rp 613 juta, dan itu sesuatu yang mustahil.
“Kalau kontrak ditambahkan 50 hari sesuai Perpres 125 hari, berarti satu hari dana yang dihabiskan Rp 365 juta, juga sesuatu yang tidak mungkin,” bebernya.
Dikemukakan, pada pengajuan pembangunan tahap tiga tahun 2017, DPRD Mimika sempat terlibat perang urat syaraf dengan tim anggaran eksekutif.
Sebenarnya, demikian Saleh, pada pembahasan APBD TA tahun 2015 dan 2016 Mendagri setuju APBD Mimika menggunakan Peraturan Bupati (Perbup) namun dengan catatan hanya untuk keperluan belanja wajib, belanja pegawai dan hutang pemerintah. Namun dewan kaget setelah muncul usulan pembangunan rumah ibadah Rp 65,6 miliar.
“Sampai hari ini masih dianggarkan. Anggaran tidak terukur, kita tentu prihatin,” tegasnya.
Menurut dia, tahun 2015 dan 2016, status DPRD Mimika dipersoalkan oleh sejumlah kalangan yang menyebabkan dewan mati suri atau tidak aktif selama dua tahun.
Akibatnya, anggaran pembangunan rumah ibadah di Mile 32 saat itu ditetapkan melalui Perbup.
Begitupula tahun 2016, lanjut Saleh, anggaran pembangunan rumah ibadah tersebut hanya ditetapkan melalui Perbup dimana sebelum penetapan Pemerintah Kabupaten Mimika berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pemerintah Provinsi Papua.
“Soal anggaran dua tahun tanpa pembahasan dewan pasti tim penyidik KPK sudah tahu. Dan penyidik hanya meminta keterangan di tim anggaran eksekutif sebagai penanggungjawab,” katanya.
Dikemukakan, pada tahun 2017 dewan aktif lagi. Ada usulan dari eksektif soal anggaran dana rumah ibadah tersebut namun ditolak DPRD Mimika. Penolakan dilakukan karena ada aturan bahwa dana hibah pemerintah untuk kepentingan pembangunan rumah ibadah hanya satu kali.
“Terkecuali rumah ibadah yang di lingkungan Sentra Pemerintahan itu boleh karena itu untuk kepentingan pegawai pemerintahan,” tandasnya.