Timika, fajarpapua.com – Corporate Secretary PT Unitrade Persada Nusantara, Ericson Mirino bersama perwakilan managemen menyampaikan penyesalan terkait kasus pembakaran helikopter milik perusahaan itu, akhir pekan lalu, di bandara Ilaga.
Selain itu, mereka mengeluhkan birokrasi yang menyulitkan operator penerbangan tersebut.
Pada acara konferensi pers di Cenderawasih 66, Rabu (14/4), Mirino mengemukakan tanggal 31 Maret 2021 lalu adalah misi terakhir pihaknya ke Ilaga sebab hidrolic system pada helicopter mengalami masalah setelah pendaratan di drop point.
Selain itu, ada crew asing yang masa tugas selesai hari itu yang harus kembali ke negaranya.
“Saat hendak landing kapten merasakan ada kendala di hidrolic system, begitu kapten lihat bandara dekat langsung landing. Nah, kami terpaksa meminta ijin Dinas Perhubungan dan Polres Puncak untuk memarkir helikopter di bandara karena kami harus tunggu spare part. Di situlah kami merasakan ribetnya birokrasi, kami dimintai uang untuk keamanan (kasus sudah ditangani Kapolres Puncak, red.), dan untuk mendatangkan sparepart juga birkorasi berbelit-belit,” ungkapnya.
Bukan hanya kecewa pada birokrasi yang berbelit saat helikopter dalam keadaan darurat, banyak tahapan seperti beacukai dan aturan lainnya yang menyebabkan pihaknya kesulitan mendatangkan sparepart.
“Padahal kita ini perusahaan asli Papua. Kita bersyukur heli tidak terbakar habis. Karena cuaca hujan jadi badan heli selamat. Kita hadir di Papua karena ini rumah sendiri. Kita berani masuk ke segmen rawan karena kita anak Papua. Lalu dimana otsus, mengapa kami malah dipersulit. Padahal ini helikopter berbadan besar, mampu angkut 4 ton. Birokrasi yang kami hadapi sangat rumit dan makan biaya,” bebernya.