Merauke, fajarpapua.com – Forum Solidaritas Pemerhati Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat Papua serta Saudara Nusantara di Kabupaten Merauke kembali menggelar unjuk rasa di Kampus Universitas Negeri Musamus (Unmus) Merauke, Jumat (7/5).
Dalam aksi unjuk rasa mereka menyuarakan beberapa poin tuntutan, antara lain meminta Presiden RI, Ir.H Joko Widodo segera menindaklanjuti masalah Pemilihan Rektor Unmus Merauke, meminta Dirjen Dikti segera mengakomodir Orang Asli Papua (OAP) sebagai Rektor Unmus, meminta Rektor Unmus harus Orang Asli Papua (OAP) yang sudah siap secara persyaratan Panitia Pengangkatan Rektor Unmus periode 2021-2025 dan juga memenuhi syarat Permendikti.
Mereka juga meminta kepada Senat Unmus untuk mendukung OAP jadi Rektor Unmus periode 2021-2025. Apabila Rektor Unmus bukan OAP, mereka akan kembali menduduki Kampus Musamus Merauke tanggal 2 Juli 2021. “Kami tolak Rektor Unmus bukan OAP.
Mahasiswa aksi juga menyinggung perihal masa jabatan Plt. Rektor Unmus yang sudah berakhir pada tanggal 28 April 2021, tetapi masih ada persuratan admistrasi kampus. Setelah tanggal berakhirnya jabatan, Plt Rektor Unmus masih menandatangani persuratan administrasi kampus. Mereka juga mempertanyakan kenapa masih ada masa perpanjangan penjaringan bakal calon rektor, tanpa dipublikasi oleh panitia Pemilihan Pengangkatan Rektor Unmus periode 2021-2025.
Mereka meminta Mendikbud melalui Dirjen Dikti untuk penunjukan langsung Rektor Unmus Merauke dari Orang Asli Papua (OAP) periode 2021-2025.
Koordinator Aksi, Nikodemus Wedua mengatakan, pihak Panitia Pemilihan Rektor Unmus dinilai tidak transparan dalam penjaringan calon kepada masyarakat. Calon-calon mana yang hendak berkontestasi tidak dipublikasi secara menyeluruh ke ruang publik dan hanya pihak intern kampus yang mengetahui calon itu.
“Pada tanggal 29 Apri 2021 gelombang pertama pendaftaran calon rektor dan sudah ditutup. Dari tanggal 29 April-6 Mei 2021 itu gelombang kedua. Sampai hari ini, belum mengeluarkan secara resmi calon rektor yang akan bertarung. Oleh sebab itu pada hari ini, kami datang kesini untuk menanyakan kepada pihak rektorat dan panitia. Kami minta kejelasan dan klarifikasi, kenapa proses ini bisa ditutup-tutupi. Tidak ada transparansi.
“Apalagi para wartawan tidak bisa masuk meliput ke dalam. Jadi ini ada pelanggaran, kami merasa bahwa ini ditutup-tutupi oleh pihak Musamus. Jadi tidak ada transparansi dalam proses ini. Bahkan ada pembukaan gelombang kedua, Unmus tidak mengeluarkan informasi ke publik dan media. Kami akan menanyakan persoalan ini bukan saja ke pihak Unmus, tapi juga ke Dirjen Dikti. Apakah ini ada kesepakatan antara Dikti dan Unmus atau Unmus sendiri yang mengatasnamakan Dirjen untuk menutupi informasi ini,” tandas Nikodemus Wedua dalam orasinya di depan pintu masuk Unmus.