BERITA UTAMAPAPUATRAVEL

Catatan Tour Krew Fajar Papua Menuju Teluk Triton: Terdampar di Ermun dan Nikmatnya Ikan Kuah Kuning (bagian 3)

cropped cnthijau.png
9
×

Catatan Tour Krew Fajar Papua Menuju Teluk Triton: Terdampar di Ermun dan Nikmatnya Ikan Kuah Kuning (bagian 3)

Share this article
Deretan resort di Pantai Ermun.
Deretan resort di Pantai Ermun.

Hari beranjak sore, Senin (15/11). Cahaya senja perlahan mengubah hawa panas menjadi sehangat suam-suam kuku.

ads

Sebenarnya banyak diantara kami yang masih linglung..wakakaka.. efek sehari semalam di atas KM Tatamailau.

Namun karena agenda sudah terjadwal, sore itu, sekitar pukul 16.00 WIT, rombongan menumpangi speedboat bertolak menuju arah timur pelabuhan Kaimana.

Pemandu sudah memberitahu kami jika di Teluk Triton tak ada signal internet. Bingung kawan. Karena meski libur, kami tetap bekerja via aplikasi yang tentu membutuhkan jaringan internet.

Terpaksa, sembilan unit Handytalky (HT) siaga penuh sebagai alat komunikasi antar kami.

Speedboat bercorak kuning yang kami tumpangi melesat dengan kecepatan tinggi bak melayang di atas bulir-bulir ombak.
Ditengah hentakan-hentakan nakal angin senja, para krew disuguhkan pemandangan permandani laut biru Teluk Bicari serta hamparan pulau-pulau hijau sepanjang bibir pantai.

Kaimana dikenal dengan lautnya yang kaya akan berbagai varian ikan. Pemandangan bawah laut yang tidak kalah dengan Bunaken dan barisan pulau-pulau kecil tak berpenghuni mempercantik daerah yang mirip Raja Ampat itu.

Pemandangan unik, burung-burung berterbangan meneropong ikan dari ketinggian, lalu turun menyambar dan terbang menghilang.

Melewati Teluk Bicari, signal internet-pun perlahan menghilang.

Di sepanjang garis pantai, tebing-tebing curam berbaris kokoh membatasi laut dan darat. Alam melukiskan pemandangan yang benar-benar menghipnotis setiap mata yang memandang.

Belum lagi, pantai-pantai kecil dengan pasir putih serta deretan pohon kelapa. Dimana ada pasir putih, di situ pasti berjejar pepohonan kelapa.

Speed boat yang kami tumpangi dinahkodai dua pemuda asli Kaimana, Bob dan Tom. Perjalanan laut kami melewati Kampung Mai-mai dan Namatota.

Dari penjelasan pemandu perjalanan Jerry, Namatota sendiri merupakan tempat dimana kerajaan Islam pertamakali berdiri di Kaimana. Disitu terdapat masjid Islam tertua di Papua Barat.

Beruntung kami sempat melihat lukisan tangan yang terdapat pada salah satu tebing curam di bagian selatan Kampung Mai-mai.

Konon, lukisan tangan itu sudah ada sejak jaman purbakala. Bob sengaja menurunkan kecepatan speed boat supaya kami bisa mengabadikan objek langka itu.

Jerry mengatakan, studi ilmuwan dunia menyatakan hanya wilayah laut Kaimana saja yang tidak terdampak letusan bom Hirosima dan Nagasaki tahun 1945 silam, jadi biota laut yang ada di Teluk Triton benar-benar terjaga.

Faktor lain yang membut Teluk Triton luar biasa, karena letaknya yang strategis di depan laut Arafura dan terdiri dari pulau-pulau kecil dimana ikan sering bermigrasi.

“Setiap tahun ikan Paus Sperma biasanya berkumpul di Teluk Triton maupun di Teluk Etna pada musim kawin ikan paus yang jatuh sekitar bulan Juli,” ujarnya.

Hmm… ikan paus, berenang jauh-jauh hanya untuk kawin di Triton? Fenomenal kan?.

Sayang, sekitar satu jam lebih melewati tabing-tabing karang, hujan-pun menyambut kedatangan rombongan terutama melewati kampung Namatota.

Hari sudah magrib. Dalam gelap malam dan hanya berbekal senter, speed boat menembus cuaca hujan nan kelam.

Tidak ada setitik cahaya yang bisa memberi harapan. Bagi kami yang baru pertamakali berkunjung ke Teluk Triton, berlayar dalam kegelapan malam rasanya sangat lama. Perasaan lama ini melebihi rasa lelah menanti puluhan jam bersama KM. Tatamailau dari pelabuhan Pomako sampai pelabuhan Kaimana. Apalagi kebanyakan tidak tahu berenang…ih kebayang gimana rasanya kan?

Hujan, gelap dan dingin akhirnya terbayarkan setelah speed boat berbelok arah menuju Pantai Ermun, salah satu pos di Teluk Triton. Cahaya lampu dari deretan resort membentuk kerlap-kerlip seperti memasuki dunia mimpi. Pemandangan penuh warna romantisme.

Lampion-lampion indah itu berasal dari deretan kamar yang terbuat dari kayu, di hadapan hamparan pasir putih yang menerangi gelapnya malam.

Tanpa menunggu lama, Putri, Karen dan beberapa krew lain nekat cebur diri di laut. Malam itu, laut terasa hangat.

Sementara yang lain menyiapkan makan malam bersama. Koki andolen, Pak Mustofa unjuk kebolehan. Dengan peralatan seadanya, pemilik Waroeng Kampoeng Timika itu mampu mengolah kerapu dan bubara menjadi menu super sedap.

Kenikmatan ikan kuah kuning dan embal love benar-benar membuat lidah kami lupa jika perut sudah kenyang. Tak sabar rasanya menunggu pagi menyaksikan keindahan Teluk Triton.

Kami seperti sedang berlayar ke sinar bulan saat angin sibuk menghapus jejak-jejak di hamparan pasir putih malam itu.

Cekidot ! bagaimana cerita menarik menjelajahi Triton – surga kecil yang jatuh dari langit itu?. Ikuti kisah selanjutnya, dalam edisi 4 besok malam. (bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *