BERITA UTAMAMIMIKA

Kuasa Hukum : Plt Bupati Mimika Masih Aktif, Kajati Tidak Punya Kewenangan Usul Pemberhentian

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
7
×

Kuasa Hukum : Plt Bupati Mimika Masih Aktif, Kajati Tidak Punya Kewenangan Usul Pemberhentian

Share this article
dfc90f83 3a1d 497e a7cd f0f60962fb3b
Viktor Santoso Tandiasa SH.

Timika, fajarpapua.com – Pemberitaan media online yang menyatakan Mendagri sudah memberhentikan Johannes Rettob dari jabatan sebagai Plt. Bupati Mimika mengacu keterangan Kapuspen Mendagri Benny Irawan bahwa SK Nonaktif Plt.Bupati Mimika sudah sampai ke Pj. Sekda Mimika Petrus Yumte mendapat tanggapan dari kuasa hukum JR, Viktor Santoso Tandiasa SH.

Selaku kuasa hukum Viktor menegaskan bahwa JR selaku Plt Bupati hingga saat ini belum menerima surat tersebut. “Klien kami sampai saat ini masih aktif dan tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Plt Bupati Mimika seperti biasa,” bebernya.

Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya
Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya

Bahkan, setelah pihaknya mengkonfirmasi dengan Sekda Petrus Yumte juga menyatakan tidak pernah menerima, dari informasi lisan tentang surat tersebut.

“Seharusnya pemberitahuan pemberhentian tersebut ditujukan kepada klien kami selaku Plt. Bupati Mimika. Seandainya pun keterangan yang disampaikan oleh Kapuspen Mendagri terkait SK Nonaktif klien kami benar, menurut kami hal tersebut terlihat aneh, karena pertanyaannya adalah kenapa pemberhentian sementara baru dilakukan saat ini. Kenapa tidak dilakukan pada saat klien kami dijadikan terdakwa oleh Kejati Papua pada dakwaan pertama yang oleh pengadilan Tipikor pada PN Jayapura sudah dibatalkan?” tuturnya.

Apalagi, lanjut dia, berdasarkan Putusan Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jap. telah menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perkara: PDS-02/TMK/02/2023, tertanggal 01 Maret 2023 adalah batal demi hukum

“Perlu diketahui bahwa upaya pemberhentian sementara sangat tendensius ini dilakukan oleh Kajati Papua dengan melakukan tindakan berupa penyampaian usulan Pemberhentian Sementara Sdr. Johannes Rettob, S.Sos,MM sebagai Plt. Bupati Mimika kepada Pj. Gubernur Papua Tengah untuk disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri RI. Padahal tindakan tersebut adalah diluar kewenangan/melampaui kewenangannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Papua. Karena berdasarkan Pasal 124 ayat (3) PP No. 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PP No. 78 Tahun 2012 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri adalah Gubernur. Artinya tidak ada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada kepala Kejaksaan Tinggi Papua untuk mengusulkan pemberhentian sementara dalam hal ini kepada klien kami Plt. Bupati Mimika,” ujarnya.

Oleh karena itu kuasa hukum sudah menempuh upaya keberatan administratif kepada Kajati Papua atas tindakannya tersebut, dan surat keberatan tersebut telah ditembuskan kepada Presiden RI, Mendagri, Jaksa Agung dan JAMWAS Kejagung.

“Selain itu kami juga sedang menempuh upaya ke Mahkamah Konstitusi dan sudah diregistrasi dengan nomor Perkara 60/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Materiil Pasal 83 ayat (1) UU Pemda yang berbunyi: “Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.

Terhadap ketentuan Pasal 83 ayat (1) UU Pemda tersebut bertentangan dengan jaminan kepastian hukum yang adil serta tidak memberikan perlindungan atas harkat dan martabat kliennya serta tidak memberikan perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28G ayat (2) UUD 1945, apabila tidak dimaknai: “Dikecualikan bagi Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang tidak dilakukan Penahanan”.

Upaya ini menjadi sangat penting bagi hak konstitusional kliennya karena dalam menjalankan proses hukum, JR tidak ditahan, baik pada proses dakwaan pertama yang telah diputus oleh Pengadilan Tipikor PN Jayapura dan telah dinyatakan dakwaan batal demi hukum. Juga pada dakwaan kedua (dakwaan baru) yang Kembali dilakukan oleh Kajati papua.

“Artinya dengan tidak ditahannya Johannes Rettob dalam dua kali dakwaan atas dugaan melakukan tindak pidana korupsi ini, berdasarkan penalaran yang wajar menunjukkan tidak ada keyakinan yang kuat dari aparat penegak hukum atau majelis hakim bahwa Pemohon telah diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, terlebih lagi pada perkara yang sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jayapura Kelas I.A berdasarkan Putusan Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jap. telah menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perkara: PDS-02/TMK/02/2023, tertanggal 01 Maret 2023 adalah batal demi hukum,” tuturnya.

Selain itu dengan tidak ditahannya JR, menunjukkan adanya keyakinan dari Aparat penegak Hukum atau majelis hakim bahwa JR tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau akan mengulangi tindak pidana sebagaimana syarat dapat ditahannya seorang tersangka/terdakwa yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Oleh karenanya terdapat dua kondisi yang perlu mendapat penafsiran dari Mahkamah konstitusi yakni: atas Pemberlakuan Pasal 83 ayat (1) UU Pemda tentang Pemberhentian Sementara, dapat dilakukan kepada kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang dilakukan penahan, atau juga dapat diberlakukan kepada kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak ditahan.

“Karena apabila kita melihat semangat Pasal 83 ayat (1) UU Pemda yang mengatur tentang pemberhentian sementara bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang berstatus terdakwa adalah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap berjalan secara efektif. Artinya apabila tidak ditahan untuk apa diberhentikan sementara?” ujarnya.

Seharusnya pemberlakuan 83 ayat (1) UU Pemda hanya berlaku bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa dan telah dilakukan penahanan.(red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *