BERITA UTAMA

Keluarga Besar Flobamora Mimika Tolak Putusan PTDH Kompol Cosmas Kaju Gae

174
×

Keluarga Besar Flobamora Mimika Tolak Putusan PTDH Kompol Cosmas Kaju Gae

Share this article
Pernyataan sikap yang disampaikan di Jalan Yos Sudarso, Nawaripi, Mimika, Minggu (7/9).

Timika, fajarpapua.com – Keluarga Besar Flobamora Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, menyatakan sikap menolak keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae, anggota Brimob Polri, yang ditetapkan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian.

Pernyataan sikap tersebut disampaikan di Jalan Yos Sudarso, Nawaripi, Mimika, Minggu (7/9).

Ketua Kerukunan Flobamora Mimika, Marthen LL Moru menilai putusan PTDH tersebut terlalu terburu-buru dan sarat tekanan publik, sehingga tidak memberi ruang bagi Kompol Kosmas untuk melakukan pembelaan diri.

“Putusan yang terburu-buru ini membuat hak Kompol Kosmas untuk mendapatkan proses peradilan yang adil terabaikan,” tegasnya.

Marthen juga memaparkan sejumlah fakta yang dinilai diabaikan dalam proses penjatuhan sanksi, diantaranya:

Saat kejadian, Kompol Kosmas sedang menjalankan tugas negara. Peristiwa terjadi di engah aksi massa dalam jumlah besar. Kompol Kosmas juga bukan pengemudi kendaraan yang menabrak korban.

Sanksi terberat justru dijatuhkan kepada Kompol Kosmas, dibanding anggota tim lainnya.

“Berdasarkan fakta-fakta tersebut, jelas terlihat adanya perlakuan diskriminatif terhadap Kompol Kosmas,” ujarnya.

Ia menambahkan, Kompol Cosmas memiliki rekam jejak prestasi serta pengabdian panjang untuk institusi Polri dan negara.

Menurutnya, keputusan PTDH tersebut tidak hanya menghapus jasa-jasanya, tetapi juga berdampak pada masa depan keluarga yang ditinggalkan.

“Keputusan yang diambil dibawah tekanan publik ini telah menghancurkan masa depan istri dan anak-anaknya,” kata Marthen.

Dalam pernyataan sikapnya, Keluarga Besar Flobamora Mimika menegaskan lima poin:

Pertama, menolak keras putusan PTDH terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae karena dinilai terburu-buru, mengabaikan asas hukum, serta hanya didasarkan pada tekanan publik.

Kedua, mendesak pimpinan Polri meninjau kembali keputusan tersebut secara objektif, transparan, dan adil.

Ketiga, menuntut agar setiap penjatuhan sanksi menghormati hak asasi manusia serta sesuai prinsip due process of law.

Keempat, mengingatkan bahwa Polri tidak boleh mengorbankan anggotanya hanya untuk memenuhi tekanan politik atau opini publik sesaat.

Kelima, mengajak masyarakat, khususnya warga NTT di seluruh Indonesia, untuk mengawal persoalan ini hingga keadilan ditegakkan.

“Kami percaya Polri sebagai institusi penegak hukum harus berdiri di atas prinsip keadilan, objektivitas, dan kemanusiaan. Karena itu, kami mendesak agar putusan PTDH yang keliru ini segera diperbaiki demi menjaga marwah institusi serta hak seorang anggota yang telah lama berbakti,” tandas Marthen. (ron)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *