BERITA UTAMAMIMIKApinpost

Penegak Hukum Tidak Awasi Penggunaan Anggaran Pemda, Tokoh Muda Papua Minta Perhatian Pusat

pngtree vector tick icon png image 1025736
14
×

Penegak Hukum Tidak Awasi Penggunaan Anggaran Pemda, Tokoh Muda Papua Minta Perhatian Pusat

Share this article
Habelino Sawaki SH,MSi.(HAN
Habelino Sawaki SH,MSi.(HAN

Timika, fajarpapua.com – Tokoh muda Papua sekaligus pemerhati sosial, Habelino Sawaki, SH,MSi (HAN), meminta pemerintah pusat ikut memperhatikan persoalan di daerah. Dimana, banyak anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) yang disalahgunakan namun tidak ditindak aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.

Habelino dalam siaran pers yang diterima redaksi fajarpapua.com, Jumat (28/5) mengemukakan selama ini pemaknaan maupun pelaksanaan otsus sudah melenceng jauh dari tujuan awal.

ads

Dimana, banyak elit politik Papua yang setelah memimpin melakukan kesewenang-wenangan dalam kepemimpinannya. Termasuk di dalamnya penggunaan anggaran secara sembarangan.

“Sayangnya fungsi pengawasan atas jalannya pemerintahan melalui institusi penegak hukum hampir-hampir tidak berjalan. Padahal dalam undang-undang Otsus, fungsi ini tidak didelegasikan ke pemerintah daerah. Artinya penegakan hukum sepenuhnya menjadi kewenangan negara,” ungkap Habelino.

Dikemukakan, hal inilah yang menjadi pertanyaan.warga Papua selama ini. “Apa yang menjadi alasan lembaga penegak hukum tidak menjalankan fungsinya untuk mengawasi penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah di Papua?. Apakah negara sengaja membiarkan hal ini?” tegasnya.

Menurut dia, jika negara tidak maksimal dalam pengawasan, tentu maksud hadirnya Otsus semakin melenceng jauh.

Padahal Otsus hadir sebagai resolusi konflik di Papua. “Lantas jika Otsus tidak mencapai maksud kehadirannya, pemerintah pusat mau bilang apa?” bebernya.

Habelino mengingatkan, bagian penting dan fundamental dari lahirnya Otsus adalah sebagai titik temu antara kepentingan pemerintah pusat yang ingin tetap agar Papua berada dalam bingkai NKRI dan gerakan Papua merdeka pada tahun-tahun akhir 90-an.

Hal ini, kata dia, harus selalu menjadi fokus jika ingin berbicara penyelesaian konflik Papua. Jadi undang-undang Otsus menjadi semacam konstitusi mini.

“Di dalam undang-undang Otsus pun secara jelas menunjukkan bahwa marginalisasi rakyat Papua adalah salah satu alasan mendasar lahirnya Otsus,” ujarnya.

Ia mengajak semua pihak membayangkan kondisi riil yang terjadi di Papua saat ini.

“Coba kita bayangkan. Rakyat Papua ini jumlahnya kurang lebih 3 juta. Itu jumlah yang sangat kecil dibanding jumlah seluruh rakyat Indonesia. Tetapi 20 tahun lebih Otsus tidak mampu selesaikan marginalisasi rakyat Papua yang jumlahnya 3 jutaan. Masakan negara sebesar ini dengan begitu banyak orang hebat tidak mampu selesaikan persoalan 3 juta penduduk?” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *