Jakarta, fajarpapua.com – Anggota Komisi III DPR RI H.Arteria Dahlan, ST, SH, MH. kembali menyuarakan kritikannya kepada Kejati Papua dan Kejari Timika atas kasus hukum Plt. Bupati Mimika Johannes Rettob.
Politikus yang juga seorang pengacara ini menyayangkan proses hukum terhadap JR tanpa melalui prosedur hukum yang benar, bahkan menurutnya brutal
Berikut pernyataan Arteria Dahlan.
Kita minta majelis hakim juga turut empati atas tragedi hukum dan tragedi kemanusiaan, atas dasar dan alasan hukum apa kejaksaan ngotot menghadirkan John (Johannes Rettob) ke persidangan, padahal yang bersangkutan tidak melewati pemeriksaan tahap dua.
Yang bersangkutan sepatutnya diproses menurut proses hukum yang benar. Jangan sampai kita menghalalkan penegakan hukum yang melawan hukum.
Saya akan mewakafkan diri untuk mengawal proses penegakan hukum yang sesat ini sampai kapanpun, saya akan menuntut pertanggungjawaban saudara Jaksa Agung karena kasus Mimika ini sepengetahuan Jaksa Agung.
Ini merupakan perbuatan yang memalukan, Jaksa Agung disetir oleh orang tertentu.
Jadi bukan penegakan hukum tetapi ini pesanan, kasus ini kenapa sih Jaksa Agung ngotot untuk segera mentersangkakan, bahkan membawa John ke posisi terdakwa.
Padahal Jaksa Agung tahu bahwa John taat hukum, begitu status tersangka kemungkinan John akan nonaktif itu besar.
Kenapa harus terburu-buru sedangkan secara faktual kerugian negaranya pun belum dihitung oleh BPK dan BPKP,
duduk perkaranya pun belum jelas, ahli yang meringankan pun belum dihadirkan.
Utamanya langkah praperadilan, untuk menguji kelayakan proses penyidikan yang dilakukan oleh petugas kejaksaan benar atau tidak, kenapa tidak dihormati dulu, ini kan lucu.
Kejaksaan dipraperadilan nggak hadir, tapi datang ke pengadilan menyerahkan berkas P-21. Dimana moral dan etikanya, dimana Satya Adhi Wicaksana.
Jangan bicara pencitraan terus, saya udah capek bela kejaksaan dan Jaksa Agung. Saya akan menjadi orang yang sangat objektif dan kritis terhadap institusi kejaksaan.
Ini murni bukan penegakan hukum, ini murni perampasan kekuasaan melalui tangan jaksa, dan kalian semua harus bertanggungjawab, paling tidak akan saya minta pertanggungjawabannya.
Jangan sampai penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan menjadi pemicu kerusuhan dan kekacauan yang ada di Mimika dan Papua pada umumnya.
Saya sudah ingatkan tapi dinihilkan, tidak dianggap, sekarang silahkan jalankan sesuai dengan pesanan dan saya akan melawan sesuai dengan keyakinan.
Kami bukannya tidak mau disalahkan, tapi kami meminta proses penegakan hukum yang adil dan beradab.
Sutrisno yang bermasalah di Mimika dipromosikan menjadi Aspidsus di Kejaksaan Tinggi Papua.
Dia yang mainkan di Mimika dia juga yang sambut lagi di Kejati Jayapura. Kajati juga harus bertanggung jawab karena
menjadi anteknya jaksa agung, bukan anteknya keadilan, Harusnya episentrumnya itu adalah kepentingan rakyat bukan kekuasaan.
Jangan main politik pakai tangan hukum, cukup sudah derita rakyat Mimika kehilangan Bupati. Jangan ditambah lagi kehilangan wakil bupati. Kecuali memang Jaksa Agung punya jagoan untuk dijadikan bupati.
Arteria juga meminta kepada wartawan menanyakan bukti dari konsep restorative Justice yang digaungkan kejaksaan.
“Saya capek bela kejaksaan, kalian kita jaga minimal buat bangga, kami tidak butuh apa-apa, yang penting masyarakat bisa disejahterakan, tapi ini sebaliknya.
Makanya kita berharap elemen-elemen
bersikap atas aksi brutal penegakan hukum yang dilakukan oleh institusi kejaksaan. Kalau perlu dibuatkan posko-posko korban jaksa nakal sehingga nanti pak Jokowi tahu. Oh ini potret sebenarnya kejaksaan kita.
Saatnya kita semua bersikap atas penegakan hukum yang brutal,” tutupnya. (tim)