BERITA UTAMAMIMIKA

Nilai Kajati Papua Sewenang-wenang, Plt. Bupati Mimika Ajukan Gugatan Uji Materi Pasal Pemberhentian Sementara

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
6
×

Nilai Kajati Papua Sewenang-wenang, Plt. Bupati Mimika Ajukan Gugatan Uji Materi Pasal Pemberhentian Sementara

Share this article
IMG 20230601 WA0037
Kuasa hukum Plt Bupati Mimika, Viktor Santoso Tandiasa

Timika, fajarpapua.com – Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Mimika Johannes Rettob mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 83 Ayat (1) UU Pemda yang mengatur tentang ‘Pemberhentian Sementara’ Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.

Gugatan diajukan setelah Johanes ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua.

Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya
Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya

Kuasa hukum Plt Bupati Mimika, Viktor Santoso Tandiasa menjelaskan, uji materiil dilakukan lantaran diduga terjadi tindakan sewenang-wenang dari Kajati Papua yang menyurati Pejabat (Pj) Gubernur Papua dengan meminta Johannes diberhentikan.

Padahal, sepanajang proses penyidikan hingga sidang di Pengadilan Tipikor Jayapura, Johannes tidak pernah ditahan.

Bahkan, putusan PN Tipikor Papua memutuskan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.

“Menurut kami, tindakan Kejati papua yang menerbitkan surat perihal ‘permohonan pemberhentian sementara’ terhadap klien kami Bapak Johannes Rettob adalah tindakan hukum yang dilakukan di luar kewenangan Kejati,” ujar Viktor kepada wartawan, Rabu (31/5).

Viktor menilai tindakan Kajati Papua bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Berdasarkan Pasal 124 Ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 78 Tahun 2012 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, yang berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri adalah Gubernur.

Dengan demikian, tindakan Kejati Papua telah nyata merugikan hak konstitusional Johannes berkaitan dengan hak atas pengakuan dan jaminan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, juga terhadap hak atas martabatnya sebagaimana dijaminkan dalam Pasal 28 D Ayat (1) dan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945.

Lebih jauh, Viktor berpandangan, ada proses hukum yang dipaksakan oleh Kajati Papua terhadap Plt Bupati Mimika.

Sebab, setelah perkaranya batal demi hukum dalam putusan sela. Kejati kembali mengajukan dakwaan baru dengan register perkara di Pengadilan Tipikor pada PN Jayapura Nomor: 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap, tanggal 09 Mei 2023.

Padahal, perkara yang diduga melibatkan Plt Bupati Mimika ini sebelumnya pernah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada rentang waktu 2017-2019. Namun, proses penyelidikan tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan karena tidak cukup bukti.

Selain itu, perkara ini juga pernah dilaporkan ke Polda Papua pada Tahun 2021. Tetapi lagi-lagi perkara tersebut tidak dilanjutkan proses penyelidikan karena dianggap tidak cukup bukti berdasarkan Surat Ketetapan Nomor S.Tap/18/II/RES.1.11/2022/Ditreskrimum.

Bahkan, perkara ini kembali dilaporkan ke Polda Papua. Kemudian, pada 28 Februrari 2023 Polda menghentikan proses penyelidikan karena tidak cukup bukti.

“Oleh karenanya, kami melakukan upaya hukum baik upaya administratif yakni mengajukan permohonan keberatan administratif atas tindakan Kajati Papua yang melampaui kewenangannya, serta mengajukan upaya ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji materiil atas Pasal 83 Ayat (1) UU 23 Tahun 2014 tentang Pemda dalam rangka melindungi hak konstitusional yang bersangkutan sebagaimana telah dijamin oleh konstitusi,” jelas Viktor. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *