BERITA UTAMAMIMIKA

Bencana Kematian Babi Akibat Virus ASF Landa Timika, Dinas Peternakan Keluarkan 5 Point Himbauan

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
484
×

Bencana Kematian Babi Akibat Virus ASF Landa Timika, Dinas Peternakan Keluarkan 5 Point Himbauan

Share this article
IMG 20240129 WA0006
Virus ASF

Timika, fajarpapua.com – Bencana kematian babi akibat virus African Swine Fever (ASF) kini tengah melanda Timika. Dalam waktu kurang lebih satu minggu ini, ratusan ternak babi warga mati.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Kabupaten Mimika drh. Sabelina Fitriani dikonfirmasi fajarpapua.com, Senin (29/1) pagi mengemukakan hingga minggu kemarin sudah 243 ekor babi milik warga Timika yang dilaporkan mati.

ads

Menyikapi hal itu, melalui surat nomor 524.3/97/2024 tertanggal 26 Januari 2024, Disnak Keswan Mimika menyampaikan 5 point penting untuk para peternak babi di Timika.

Berikut petikan langsung surat tersebut “Dalam rangka menyikapi situasi kejadian penyakit dan kematian ternak babi, serta hasil uji laboratorium dari Loka Veteriner Jayapura dimana dari hasil uji tersebut sampel yang kami kirimkan yang berasal dari ternak babi yang sakit dan ternak babi yang mati yang berasal dari peternakan babi di Timika terindikasi disebabkan oleh penyakit ASF (African Swine Fever).

Karena hal tersebut diatas kami menghimbau kepada para peternak untuk mencegah penyakit ini menyebar lebih luas.

Adapun langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut:

  1. Sementara waktu tidak menjual dan membeli babi dari luar, sampai batas waktu 1 minggu kedepan dan akan ditinjau kembali melihat situasi kasus penyakit.
  2. Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk kandang.
  3. Rutin menyemprot area kandang dengan desinfektan.
  4. Bila ada babi yang sakit dan mati melapor ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.
  5. Babi yang mati dikubur dengan kedalaman minimal 2 meter, dan disiram dengan deterjen/desinfektan sebelum ditutup dengan tanah.

African Swine Fever adalah penyakit viral pada babi yang sangat menular, menimbulkan berbagai perdarahan pada organ internal dan disertai angka kematian yang sangat tinggi.

ASF disebabkan oleh virus DNA dengan untai ganda dari genus Asfivirus dan famili Asfarviridae. ASF virus sangat tahan terhadap pengaruh lingkungan, dan stabil pada pH 4-13, serta dapat tahan hidup dalam darah (4 oC) selama 18 bulan, dalam daging dingin selama 15 minggu, dalam daging beku selama beberapa tahun, dalam ham selama 6 bulan dan di dalam kandang babi selama 1 bulan.

Babi peliharaan (domestik) adalah hewan yang paling peka terhadap penyakit ASF. Manifestasi penyakit secara klinis hanya terlihat pada babi domestik, sedangkan pada babi hutan – babi warthogs (Phacochoerus africanus dan P. aethiopicus), babi semak (Potamochoerus porcus dan P. larvatus), dan babi hutan raksasa (Hylochoerus meinertzhageni tidak menunjukkan tanda klinis saat terinfeksi namun berperan sebagai reservoir virus.

ASF pertama kali diidentifikasi pada tahun 1921 di Kenya, Afrika Timur. Pada tahun 1957 menyebar ke Portugal dan berbagai negara di Eropa. Di Asia, virus ASF ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010, kemudian di tahun 2018 Tiongkok melaporkan wabah demam babi afrika di provinsi Liaoning. Pada bulan Februari 2019, Vietnam mengonfirmasi kasus demam babi afrika. Hal ini menjadikannya negara Asia Tenggara pertama yang terinfeksi penyakit ini. Secara berturut-turut ASF juga ditemukan di Kamboja, Laos, Filipina, Myanmar dan Timor Leste. Hingga bulan Desember 2019, tujuh negara di Asia Tenggara telah melaporkan kasus ASF termasuk Indonesia. Di Indonesia kejadian ASF diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Darah, cairan tubuh dan jaringan babi-babi yang terinfeksi merupakan sumber penularan karena mengandung virus dalam konsentrasi tinggi. Oleh karena itu penularan dapat terjadi secara kontak langsung dengan babi yang sakit. Penularan juga dapat terjadi melalui peralatan, pakan dan minuman yang tercemar virus. Selain itu penularan juga dapat terjadi melalui gigitan caplak yang bertindak sebagai vektor biologis virus ASF yaitu caplak lunak dari genus Ornithodoros, seperti O. erraticus dan O. moubata.

Babi yang telah sembuh dari infeksi sebenarnya masih tetap terinfeksi walaupun tidak menampakkan gejala klinis atau berstatus terinfeksi secara persisten dan berperan sebagai pembawa virus. Infeksi yang berkelanjutan ini dapat berlangsung lama bahkan virus masih dapat terisolasi dari beberapa jaringan sampai lebih satu tahun setelah infeksi awal.

Gejala klinis virus ASF, masa inkubasi antara 3 – 15 hari dan penyakit dapat terjadi dalam bentuk perakut, akut, sub akut dan kronis.(ana)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *