BERITA UTAMAJayapura

Oknum Polisi Cabul Divonis Bebas PN Jayapura, Kuasa Hukum Korban Ajukan Kasasi dan Laporkan Hakim ke Komisi Yudisial

312
×

Oknum Polisi Cabul Divonis Bebas PN Jayapura, Kuasa Hukum Korban Ajukan Kasasi dan Laporkan Hakim ke Komisi Yudisial

Share this article
IMG 20250315 WA0014
Nampak Gedung Pengadilan Negeri Jayapura yang terletak di Distrik Abepura, Kota Jayapura.Foto: Dok.

Jayapura, fajarpapua.com- Seorang oknum polisi berpangkat Brigadir Dua (Bripda) berinisial AFH yang menjadi terdakwa kasus pencabulan anak di Kabupaten Keerom, Papua, divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Jayapura pada 20 Januari 2025.

Keputusan ini memicu gelombang kekecewaan dari pihak keluarga korban dan kuasa hukum yang menangani kasus tersebut.

Perkara dengan Nomor 329/Pid.Sus/2024/PN Jap tersebut diputuskan oleh Hakim Ketua Zaka Talpatty bersama dua Hakim Anggota, Korneles Waroi dan Ronald Lauterboom.

Dalam putusannya, majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, meskipun Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Kuasa Hukum korban, Dede Gustiawan Pagundun, yang didampingi rekannya La Ode Muktati, menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan tersebut.

Menurutnya, keputusan hakim mencederai rasa keadilan, baik bagi korban maupun keluarganya.

“Tentu putusan ini sangat mengecewakan. Kami telah meminta JPU untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung demi mencari keadilan,” kata Dede dalam konferensi pers di Jayapura, Jumat (14/3).

Dede menegaskan fakta-fakta persidangan dan alat bukti menunjukkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan tercela terhadap korban yang masih di bawah umur.

Ia menilai vonis bebas ini sebagai bentuk pelecehan terhadap upaya perlindungan anak yang selama ini digaungkan oleh negara.

Anak, kata Dede, adalah kelompok paling rentan terhadap kejahatan seksual dan seharusnya mendapatkan perlindungan maksimal dari sistem hukum. Ia juga mempertanyakan komitmen lembaga peradilan dalam memprioritaskan hak-hak korban anak.

Sebagai langkah lanjut, Dede menyatakan akan melaporkan majelis hakim yang menangani perkara ini ke Komisi Yudisial (KY) agar dilakukan pemeriksaan terhadap putusan tersebut.

Ia berharap KY dapat meninjau ulang dan memastikan keadilan ditegakkan secara proporsional dan berpihak pada korban.

“Kami mendesak pihak terkait, termasuk Kejaksaan dan Komisi Yudisial, untuk meninjau kembali putusan ini. Kami juga mengajak akademisi, aktivis, dan pemerhati hak anak untuk ikut mengawal kasus ini agar tidak ada lagi korban yang terabaikan hak-haknya,” ungkapnya.

Kekecewaan yang sama juga disampaikan keluarga korban. Gladis Lailatul Badriyah, kakak korban, mengaku sangat terpukul dengan vonis bebas terhadap terdakwa.

“Saya mewakili keluarga menyatakan sangat kecewa. Bagaimana mungkin pelaku bebas tanpa hukuman, sementara adik kami yang menjadi korban harus menanggung trauma,” ujarnya.

Ayah korban, Parwoto, menjelaskan pihak keluarga telah melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di tingkat provinsi dan kabupaten, bahkan kepada perwakilan kementerian saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Papua pada 2022.

Kasus pencabulan tersebut terjadi pada tahun 2022, saat korban masih berusia 5 tahun.

Proses hukum baru berjalan secara signifikan pada 2024 dan diputuskan pada Januari 2025. Kini, korban telah berusia 7 tahun, namun keadilan bagi dirinya belum juga terwujud. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *