BERITA UTAMAMIMIKA

Dua Honorer Psikolog Kembali Bekerja, Pemda Mimika Tangani 32 Kasus Kekerasan Anak dan Penelantaran Keluarga

cropped cnthijau.png
7
×

Dua Honorer Psikolog Kembali Bekerja, Pemda Mimika Tangani 32 Kasus Kekerasan Anak dan Penelantaran Keluarga

Share this article
Andarias Nauw
Andarias Nauw

Timika, fajarpapua.com – Pemda Mimika melalui P2TP2A menangani 32 kasus sejak awal 2021 hingga akhir Agustus lalu. Bentuk kekerasan variatif, baik kekerasan terhadap anak dibawah umur maupun penelantaran keluarga.

Sejumlah kasus tersebut diselesaikan di kantor, namun jika terkait dengan kepolisian maka diserahkan ke penyidik.

ads

Penanggungjawab P2TP2A Kabupaten Mimika, Andarias Nauw, SH kepada wartawan saat ditemui di Grand Tembaga Hotel, Jumat (17/9) menuturkan kekerasan terhadap anak lebih dominan dan diikuti kasus keluarga yang dilaporkan warga ke P2TP2A.

“Selama 2021 mulai dari awal Januari hingga akhir Agustus lalu ada 32 kasus. Kasus ini sudah kami selesaikan dan jika yang menyentuh aspek hukum sudah kami serahkan ke Polres Mimika,” kata Andarias.

Dijelaskan, Kantor P2TP2A dalam menangani kasus-kasus ini melibatkan pihak terkait termasuk psikolog dan kepolisian.

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana melalui P2TP2A telah merekrut dua orang psikolog sebagai tenaga honorer dan selama beberapa bulan lalu diberhentikan kemudian sekarang diaktifkan lagi.

Kata dia, jika kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur harus diselesaikan dua sampai tiga pihak.

Pertama, kepolisian yang berkaitan dengan aspek hukum, kemudian rumah sakit berkaitan dengan penanganan medis atau visum jika anak mengalami kekerasan fisik, kemudian Dinas Pemberdayaan Perampuan melalui P2TP2A soal pemulihan psikologi mental anak.

“Biasanya anak trauma dan secara mental harus dikembalikan sehingga anak tidak stres. Biasanya psikolog yang tangani anak-anak ini,” ujarnya.

Sementara untuk kasus penelantaran keluarga, biasanya petugas atau pegawai P2TP2A panggil untuk selesaikan secara kekeluargaan.

“Jika ada pihak yang tidak mau rukun lagi biasanya mereka pilih untuk lanjutkan di Pengadilan Negeri sebagai tempat penyelesaian secara hukum,” paparnya.(mar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *