BERITA UTAMAMIMIKA

Sudah 3 Tahun Tersangka Korupsi Sentra Pendidikan Timika Belum Ditahan, KAMPAK Minta Polda Papua Tidak Lindungi Koruptor

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
16
×

Sudah 3 Tahun Tersangka Korupsi Sentra Pendidikan Timika Belum Ditahan, KAMPAK Minta Polda Papua Tidak Lindungi Koruptor

Share this article
ea50f308 9d4d 49ff 84c5 ae2c88cfe280
Sekjen LSM KAMPAK Papua, Johan Rumkorem

Timika, fajarpapua.com– Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) meminta Kapolda Papua tidak mengulur-ulur waktu penanganan dugaan tindak pidana korupsi di Sentra Pendidikan Mimika.

Permintaan ini disampaikan karena sudah hampir 3 tahun lebih tersangka kasus yang merugikan keuangan negara kurang lebih Rp 1,6 miliar tersebut belum ada yang ditahan.

ads

Hal itu diungkapkan Sekjen LSM KAMPAK Papua, Johan Rumkorem dalam rilisnya untuk menyikapi lambannya penanganan kasus tindak pidana yang diduga melibatkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, JU dan seorang pengusaha katering berinisial M yang diterima fajarpapua.com, Sabtu (17/9).

Aktifis anti korupsi itu meminta Kapolda Papua segera mengeksekusi para tersangka korupsi Sentra Pendidikan Mimika senilai Rp 1,6 miliar yang bersumber dari Dana Otsus Papua.

“Ini dana Otsus, jadi harus serius. Kami pada prinsipnya tetap berdiri diatas UU Tipikor, yaitu Bab V, pasal 41, UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 28 Tahun 1999, jadi kami tidak akan berhenti teriak untuk mengkritisi aparat penegak hukum yang tidak bekerja jujur menegakkan hukum di Papua,” tegas Johan.

Johan menegaskan aparat penegak hukum di Papua jangan responsif menangkap orang Papua yang bicara Papua Merdeka saja, tetapi koruptor dana Otsus dibiarkan berkeliaran.

“Coba lihat KPK, dengan tegas dan berani KPK menangkap koruptor di Papua. Kami salut atas tindakan yang dikerjakan oleh KPK, semoga KPK jangan berhenti disitu saja tetapi semua kepala daerah di Papua yang bermasalah,” ujar Johan.

Johan juga menyayangkan Kapolda Papua dan Kajati Papua adalah putra Papua asli yang diberi kewenangan penuh oleh negara untuk menegakkan hukum di Papua yang sampai saat ini masih belum bekerja maksimal.

Johan menilai ada kejanggalan dalam proses penanganan tindak pidana korupsi di Papua khususnya dalam penanganan dugaan tindak pidana korupsi Sentra Pendidikan Timika.

Pertama ujar Johan, KAMPAK melihat berdasarkan Perkap Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Perkara Pidana di Lingkungan POLRI.

“Pada Pasal 31 ayat 2 yang menyebutkan, batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat Perintah Penyidikan meliputi, 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit, 90 hari untuk penyidikan perkara sulit, 60 hari untuk penyidikan perkara sedang, 30 hari untuk penyidikan perkara mudah. Yang anehnya, perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Sentral Pendidikan Mimika sudah memakan waktu hampir 3 tahun, tersangkanya sudah ditetapkan oleh Polda Papua sendiri sejak Tahun 2021, tetapi hingga kini belum ditahan,” tanyanya.

Seharusnya Kapolda dan Kajati Papua sebagai orang Papua asli malu terhadap KPK yang dinilai benar-benar menegakkan hukum di mata orang Papua.

“Masak kedua petinggi lembaga penegak hukum di papua itu orang asli Papua tetapi tidak bisa mengusut tuntas kejahatan korupsi di Papua. Kami minta supaya Menkopulhukam Mahfud MD segera benahi sistem penanganan hukum di Papua karena sampai saat ini tidak ada keadilan hukum untuk orang Papua,” kata Johan.

Dalam kesempatan itu Johan juga menambahkan, desakan KAMPAK terhadap Kapolda Papua untuk serius menuntaskan kasus korupsi Sentral Pendidikan Mimika karena salahsatu tersangka yaitu JU saat ini juga ditunjuk sebagai Penjabat Sekda Kabupaten Mimika.

“Kami minta Kadis Pendidikan Mimika yang diduga terlibat korupsi Sentral Pendidikan Timika harus dieksekusi karena sudah ditetapkan sebagai tersangka. Masa tersangka kok dibiarkan untuk kelola dua DPA, karena saat ini yang bersangkutan memegang dua jabatan, sebagai Kadis Pendidikan dan Pj. Sekda Mimika,” jelasnya.

Johan mengungkapkan jikalau dilihat dalam Daftar Perencanaan Anggaran (DPA) untuk Tahun Anggaran 2022 JU mengelola dana kurang lebih Rp. 151 miliar yang terdiri dari DPA Dinas Pendidikan senilai Rp 79 miliar dan DPA Sekretariat Daerah sebesar Rp. 72 miliar.

“Jangan kita menghancurkan pendidikan di Papua hanya karena kepentingan golongan tertentu tanpa memperhatikan kebutuhan daerah dan juga jangan mencampuradukan politik dengan hukum, sebab akan merusak proses penanganan hukum itu sendiri,” ungkap Johan.

Seperti diketahui Polda Papua menangani perkara tindak pidana korupsi Sentral Pendidikan Timika yang bersumber dari Dana Otsus Tahun 2019 sebesar Rp. 14.183.983.592 sejak Kapolda Papua masih dijabat oleh Komjen (Pur) Paulus Waterpauw.

Namun hingga kini, dugaan korupsi kegiatan belanja pengadaan makan minum siswa/siswi, guru, pamong asrama dan karyawan sSentra Pendidikan tersebut belum juga rampung.

Sementara dari data yang ada diketahui, dari Dana Otsus Tahun 2019 sebesar Rp. 14.183.983.592 untuk Sentral Pendidikan Timika direalisasikan sebesar Rp.12.731.255.900 yang terdiri dari 2 (dua) Kontrak .

Pertama Kontrak Nomor: 082/kontrak-JL/DP/2019 tanggal 26 November 2019 dengan nilai Rp. 8.056.673.900 dan Kontrak Nomor: 077/kontrak-JL/DP/2019 tanggal 2 September 2019 dengan nilai kontrak Rp. 4.674.582.000.

Namun dalam pelaksanaannya tidak sesuai ketentuan sehingga berpotensi merugikan keuangan negara senilai Rp. 1,6 miliar. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *