“Hal ini mengandung makna bahwa dalam penyelenggaraan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hukum mendapat tempat paling tinggi dan terhormat. Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban bagi siapapun yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mematuhi hukum,” ujarnya.
Kata dia, hukum adat adalah suatu hukum asli dari bangsa Indonesia, yang mana hukum adat tidak akan bisa mati atau terhapus oleh waktu. Sedangkan hukum positif adalah hukum yang saat ini berlaku.
“Eksistensi hukum adat dalam hukum positif Indonesia selalu ada dan tidak akan mati. Hukum adat dan hukum positif menjadi suatu yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya. Hukum adat akan bergerak elastis dan dinamis menyesuaikan kehidupan dalam masyarakat,” jelasnya.
Oleh karena itu, apabila hukum adat bertentangan dengan hukum positif maka hukum adat tersebut tidak akan bisa eksis sehingga apabila dirasa tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat, maka hukum adat tersebut akan berganti dengan sendirinya sesuai dengan kehidupan masyarakat yang kompleks.
“Apabila hukum adat bertentangan dengan hukum positif dalam negara, maka hukum adat seharusnya dapat menyesuaikan dengan hukum negara,” tuturnya.
Ia berharap dengan mengikuti kegiatan penyuluhan hukum positif ini, masyarakat adat Suku Damal menjadi paham tentang materi dan muatan yang terkandung dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Supaya hal ini menjadikan masyarakat adat Suku Damal tergerak untuk menghargai dan patuh pada aturan hukum yang berlaku. (feb)