BERITA UTAMAMIMIKA

Pelimpahan Perkara Kasus Pesawat dan Helikopter ke Pengadilan Dinilai Upaya “Counter Attack” Kejati Papua Terhadap Pengajuan Pra Peradilan

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
7
×

Pelimpahan Perkara Kasus Pesawat dan Helikopter ke Pengadilan Dinilai Upaya “Counter Attack” Kejati Papua Terhadap Pengajuan Pra Peradilan

Share this article
IMG 20230303 WA0003
Hyeronimus Ladoangin Kiaruma

Timika, fajarpapua.com – Kejati Papua terkesan melakukan counter attack secepat kilat dengan melimpahkan perkara kasus pesawat dan helikopter ke pengadilan pasca PN Jayapura merilis jadwal sidang pertama Praperadilan yang diajukan oleh pihak tersangka.

Aktivis hukum Hyeronimus Ladoangin Kiaruma mengatakan dugaan adanya upaya serangan balik itu sangat mudah dibaca karena gerak cepat Kejati Papua dalam pelimpahan perkara yang menjadikan Plt. Bupati Mimika sebagai tersangka.

ads

Dikatakan, pelimpahan berkas itu dinilainya sebagai upaya menghindari proses Praperadilan agar minimal sidang Praperadilan yang rencananya mulai disidangkan hari Jumat (3/2) hari ini tidak sampai pada putusan.

Selain itu, disinyalir ada prosedur yang tidak lazim dilakukan Kejati Papua yakni penyerahan perkara tahap 2 yang tidak menghadirkan tersangka.

Padahal dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor: 036 Tahun 2011 disebutkan bahwa yang diserahkan kepada penuntut dalam tahap 2 adalah tersangka dan barang bukti.

Penggunaan kata “dan” disini bermakna kumulatif, yang berarti harus dihadiri tersangka dan barang bukti.

“Hanya ada barang bukti tanpa kehadiran tersangka, maka itu cacat prosedur,”katanya, Kamis (2/3).

Ia mengungkapkan, hak tersangka untuk menghadirkan saksi yang meringankan (saksi a de charge) sampai sekarang belum dipenuhi oleh penyidik, padahal dengan menghadirkan saksi a de charge, tersangka berpeluang merubah konstruksi perkara.

Poin berikutnya yang juga menarik adalah untuk dicermati adalah apa urgensi penuntut umum untuk sesegera mungkin melimpahkan perkara ke pengadilan. Karena menurut ketentuan yang berlaku, ada jedah waktu 30 hari sejak berkas perkara dinyatakan P-21 untuk dapat dilimpahkan ke pengadilan. Jedah waktu tersebut dapat ditambah 30 hari lagi jika terdapat alasan yang cukup.

“Jadi, total ada 60 hari range waktu yang tersedia, tapi mengapa Kejati terkesan sangat terburu-buru sehingga memaksakan penyerahan tahap 2 meskipun tanpa dihadiri tersangka,”ungkapnya.

“Kejanggalan – kejanggalan inilah yang pada akhirnya membuat banyak pihak yang mempertanyakan independensi Kejati Papua dalam penanganan perkara ini,”ungkapnya.

Ia juga menuturkan, sulit rasanya untuk menolak anggapan bahwa Kejati Papua “bermain mata” dengan pelapor agar sesegera mungkin merubah status tersangka menjadi terdakwa untuk Bapak John Rettob, Plt Bupati Mimika.

“Publik tidak boleh diam saja menyaksikan akrobat yang sedang dimainkan oleh Kejati Papua ini. Diam berarti membiarkan mafia hukum tumbuh subur di negeri ini,”ujarnya.(ron)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *