(Oleh : Habel Taime – Akademisi)
JANGANKAN kurang lebih 2.200 Karyawan PTFI Pratama, muda dan madya dan 86 pekerja asing kala itu kembali ke kota dan negara asal mereka dengan lapang dada menerima furlough sebagai kebijakan perusahaan, karena dampak langsung Pemerintah VS PTFI saat itu.
Kejari Mimika, Kajati Papua bahkan kejaksaan Agung pun harus mengundurkan diri, pengunduran mereka tak lantas membuat institusi kejaksaan yang bersemboyan Tri Krama Adhyaksa ini bubar.
Hari ini atau nanti malam mengundurkan diri, itu tidak masalah seorang pemimpin mengundurkan diri atau diganti juga bukan sesuatu yang istimewah, itu suatu konsistensi dari sebuah kekuasaan yang tidak dijalankan secara benar.
Kasus permasalahan daerah konflik bupati EO dan DPRD Mimika yang berdampak langsung pada APBD tahun 2017 yang belum juga dibahas, lalu apakah kabupaten ini bubar kalau para pemimpin ini mengundurkan diri atau diganti.
Sayangnya tidak ada kerelaan para pemimpin dilingkungan kejaksaan ini mau bertanggungjawab atas upaya penzoliman terhadap PLT bupati Mimika Johannes Rettob. Karena para petinggi kejaksaan tidak memiliki etika kelembagaannya yang baik.
Dua orang presiden direktur PTFI Maroef Sjamsoeddin dengan ksatria mundur, menurut sumber kompas yang disampaikan oleh Dirut eksekutif Irees Marwan batubara alasan MS mundur karena ruang gerak dan kewenangannya sebagai CEO terlalu dibatasi McMoran, hal hal lain MS mundur dari jabatan itu lantaran gagal memberikan kepastian perpanjangan operasi pasca 2021.
Ksatria berikut Presiden direktur PTFI Chappy Hakim. Menurut tribunnews.com Jakarta Adian napitupulu menilai terdapat sejumlah peristiwa yang saling terkait membuat CH mundur salah satunya peristiwa yang tidak menyenangkan yang dilakukan CH kepada komisi VII Mukhtar Tompo sehingga membuat seluruh poksi ( kelompok fraksi) di komisi VII tersinggung.
Dengan mundurnya kedua ksatria ini tidak membuat PTFI bubar, namun PTFI dalam memproduksi konsentrat tembaga terus berjalan namun akan berkurang dari jumlah sebelumnya.
Saya pernah membaca di koran seorang pejabat di luar negeri Nixon dengan begitu ksatria kala itu, Nixon terlibat watergate, dimana team suksesnya yang terlibat. Tapi dia berdiri didepan publik sambil mengatakan All American. Saya berdiri disini bukan karena tangan saya kotor karena watergate, itu semua karena tiem sukses saya, tapi saya berdiri disini untuk sebuah tanggung jawab moral dalam politik bahwa saya yang diuntungkan, maka saya mundur dari jabatan saya sebagai presiden. Saya bermimpi para pelaku lingkaran setan ini yang menggiring opini publik dengan berbagai dalil yang tidak elok sebaiknya berani menarik diri atau mundur saja dari jabatan mereka. Para pemimpin kejaksaan di negeri ini berdiri dan berbicara seperti itu.
Jika seorang pemimpin dengan kewenangan yang dimiliki untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu dengan memanfaatkan dan menggerakan berbagai sumberdaya yang dimiliki atau dikuasainya. Namun tidak mampu dikelolanya dengan baik. Ya undur diri atau diganti saja.
Presiden sebagai pemimpin tertinggi di republik ini harus mempunyai target. Jika para pemimpin di daerah hanya mengejar ego sektoral sekedar memenuhi keinginan belaka, hanya sekedar ada dan tidak mampu berbuat dan menghasilkan sesuatu yang penting bagi masyarakat, lalu untuk apa. Pemerintah dalam hal ini presiden harus bisa menyikapi kondisi ini.
Saya melihat dan mengikuti perkembangan lewat mas media kejaksaan agung belum punya sikap atas kasus PLT Johannes Retob yang dilakukan di lingkungan kejaksaan.
Ini semakin meyakinkan masyarakat bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dari semua permainan ini. Kalau memang betul kejaksaan agung belum punya sikap. Kita harap dalam waktu kedepan harus punya sikap yang jelas, jika tidak gejolak ini akan sulit dihentikan dan terus berlanjut.(*)