BERITA UTAMAPAPUA

Ketebalan Tutupan Es di Puncak Jaya Papua Berkurang 4 Meter

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
90
×

Ketebalan Tutupan Es di Puncak Jaya Papua Berkurang 4 Meter

Share this article
IMG 20240421 WA0000
Kondisi salju di Puncak Jaya, Papua terlihat sudah sangat menipis dan diperkirakan akan segera hilang.Foto: Repro Alan Prabowo

ads

Denpasar, fajarpapua.com – Ketebalan tutupan es di Puncak Jaya, Papua, diperkirakan berkurang hingga sekitar empat meter dari kondisi awalnya.

Kondisi ini berdasarkan pemantauan terakhir yang dilakukan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Desember 2023 lalu.

“Hal ini kemungkinan terkait kondisi El Nino pada 2022-2023,” kata Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Klimatologi Pusat Litbang BMKG Donaldi Permana dalam seminar virtual terkait iklim berkelanjutan menyambut Hari Meteorologi Dunia ke-74 di Denpasar, Bali.

Menurut dia, BMKG melakukan pemantauan tutupan es atau gletser di Puncak Jaya selama empat tahun pada medio antara 2009-2023.

Dari 2016 hingga 2022, kata dia, rata-rata pengurangan luas es mencapai sekitar 0,07 kilometer persegi per tahun dengan estimasi total luas es pada April 2022 mencapai 0,23 kilometer persegi.

Pada pemantauan 2022, BMKG memperkirakan ketebalan es yang tersisa pada Desember 2022 mencapai enam meter.

Namun, satu tahun kemudian yakni pada Desember 2023 data terakhir menunjukkan ketebalan es makin menipis dengan pengurangan hingga empat meter atau menyisakan hingga ketebalan dua meter.

Ia menyebutkan perubahan iklim akibat pemanasan global berperan besar membuat tutupan salju abadi satu-satunya di wilayah Indonesia itu.

Bahkan penipisan lapisan salju tersebut diperkirakan terjadi sejak revolusi industri pada Tahun 1850.

Berdasarkan pemaparannya, pada 1850 cakupan luas es abadi di Puncak Jaya Papua itu mencapai sekitar 19 kilometer persegi, kemudian makin merosot hingga pada Mei 2022 diperkirakan mencapai 0,34 kilometer persegi.

Selain di gletser di Puncak Jaya yang menipis, ia menyebutkan beberapa pegunungan di wilayah tropis juga mengalami pencairan es di antaranya Gunung Kilimanjaro di Tanzania, Quelccaya di Peru, dan Naimona’nyi di dataran tinggi Himalaya, Tibet.

Ia memaparkan perubahan iklim secara global pada periode 2023 merupakan tahun terpanas dengan suhu rata-rata global selama 10 tahun yakni 2014-2023 mencapai 1,20 plus minus 0,12 derajat celcius.

Donaldi menekankan pentingnya mengurangi emisi karbon dioksida mencakup mitigasi dan adaptasinya.

“Karbon dioksida kalau tidak segera dilakukan mitigasi atau pengurangan maka dia akan berada di atmosfer cukup lama yakni dalam 100 tahun ke depan itu konsentrasi masih ada 33 persen,” katanya.

Sejumlah mitigasi dan adaptasi perlu dilakukan di antaranya penanaman pohon, mengurangi dan mendaur ulang plastik, transisi energi hijau, hemat listrik, hemat BBM hingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. (an)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *