BERITA UTAMANASIONAL

Digilas Zaman, Suara Pembaruan dan Koran Tempo Terpaksa Gulung Tikar, Inilah Daftar Media di Indonesia yang Ditutup

pngtree vector tick icon png image 1025736
33
×

Digilas Zaman, Suara Pembaruan dan Koran Tempo Terpaksa Gulung Tikar, Inilah Daftar Media di Indonesia yang Ditutup

Share this article
Media cetak


Yasonna mengatakan pandemi COVID-19 memang menjadi oase baru karena menyebabkan konsumsi media televisi di Indonesia meningkat seiring dengan program kampanye kebijakan tetap di rumah.

ads

Hanya, kata dia, sebagaimana riset Reuters Institute for the Study of Journalism Universitas Oxford memperlihatkan peningkatan itu hanya kasus kecil karena publik kemudian jenuh dan lelah dengan berita pandemi COVID-19.

Meski demikian, Yasonna berharap media konvensional tidak pasrah dengan berbagai tekanan yang dihadapi saat ini.

“Pers tidak boleh kalah, apalagi mati menghadapi keadaan. Siapa yang akan menyuarakan dan mengawal suara kebenaran jika bukan pers? Siapa yang akan menggaungkan tuntutan wong cilik dari tempat terpencil dan terpelosok jika bukan pers? Kebenaran dan kritisisme harus tetap disampaikan secara bertanggung jawab. Semua itu hanya bisa dilakukan oleh media resmi, bukan oleh media sosial,” kata Yasonna.

“Pers adalah bagian esensi dunia demokrasi, bahkan menjadi pilar keempat selain trias politika. Pers harus tetap hidup sebagai jaminan hidupnya demokrasi yang sehat di Indonesia,” sambung Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.

Lebih lanjut, Yasonna menyebut salah satu strategi yang mesti ditempuh oleh media konvensional untuk bertahan ialah konvergensi media.

Menurut dia, pers dapat melakukan konvergensi media dengan mengintegrasikan media dalam sebuah platform baru. Intinya, kata Yasonna, media jangan sampai kehilangan nalar kreatif dan produktif saat hidup berdampingan dengan pandemi COVID-19 agar tetap eksis sebagai corong kebenaran di Tanah Air dan rujukan informasi publik.

“Namun, pesan saya, dalam pencarian strategi dan pendekatan baru, paradigma yang harus dikedepankan adalah paradigma yang diatur dalam kode etik jurnalistik. Pers Indonesia harus bersikap profesional, menjunjung tinggi kebenaran, kritis, dan independen dengan tetap mengedepankan moral, kepribadian, jati diri, dan karakter bangsa,” ucap Yasonna.

Di sisi lain, Yasonna mengatakan pemerintah saat ini fokus mengatasi tekanan pandemi COVID-19. Namun, dia menyebut pemerintah juga tidak akan tutup mata terhadap permasalahan yang dihadapi dunia pers Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *