BERITA UTAMAMIMIKA

Warga Mimika Diajak Tidak Sembarang Konsumsi Antibiotik, BPOM : Cegah Resistensi Antimikroba

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
4
×

Warga Mimika Diajak Tidak Sembarang Konsumsi Antibiotik, BPOM : Cegah Resistensi Antimikroba

Share this article
Kepala BBPOM Jayapura Mojaza Sirait memberikan sosialisasi pencegahan resistensi antimikroba kepada para pemilik dan pengelola apotek di Timika
Kepala BBPOM Jayapura Mojaza Sirait memberikan sosialisasi pencegahan resistensi antimikroba kepada para pemilik dan pengelola apotek di Timika

Timika, fajarpapua.com – Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Jayapura mengajak semua pihak di Kabupaten Mimika, Papua, untuk bersama-sama mengendalikan dan mencegah terjadinya resistensi antimikroba terutama yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan obat terutama obat antibiotik.

Kepala BBPOM Jayapura Mojaza Sirait di Timika, Sabtu, mengatakan pengawasan pengelolaan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian sangat penting untuk mencegah terjadinya resistensi antimikroba.

ads

“Mulai dari pemerintah pusat, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, pemda, hingga organisasi profesi harus saling bahu-membahu mengendalikan resistensi antimikroba. Itu tertuang dalam Permenko PMK Nomor 7 Tahun 2021,” kata Mojaza.

Dia menjelaskan resistensi adalah terbentuknya kekebalan mikroba terhadap penggunaan antibiotik. Jika antibiotik sudah resisten maka tidak mampu lagi membunuh mikroba.

“Kalau kita sakit disebabkan oleh infeksi bakteri dan antibiotiknya sudah resisten maka tidak ada lagi pengobatannya. Harus mencari alternatif pengobatan lain, itu butuh waktu yang lama. Resistensi obat antibiotik ini sudah terjadi, itu berdasarkan data dari Kemenkes dan WHO,” kata Mojaza.

Untuk mengendalikan resistensi antimikroba tersebut, kata dia, butuh peran dan kerja sama semua pihak di daerah seperti seperti Dinas Kesehatan, Perindag, Peternakan, Perikanan, dan berbagai organisasi profesi seperti IAI dan IDI.

“Dukungan pemda sangat penting. Contohnya dalam hal pemberian izin apotek, pastikan di sana ada apotekernya sehingga apotekernya dapat melayani antibiotik. Persoalannya, masyarakat selalu membeli antibiotik meskipun sakitnya bukan disebabkan oleh infeksi. Perlu ada petugas apoteker yang menjelaskan itu,” ujar Mojaza.

Dia juga menyinggung masih minimnya ketersediaan SDM farmasi pada sarana kesehatan milik pemerintah seperti puskesmas dan puskesmas pembantu di wilayah pedalaman.

Di sisi lain, kata dia, organisasi profesi seperti IAI sangat dibutuhkan perannya untuk memastikan anggota melakukan pekerjaan kefarmasian secara profesional.

“Jangan karena mengejar omzet kemudian menjual saja, harus profesional sesuai dengan indikasi dan dosisnya,” tutur Mojaza.(ant)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *