BERITA UTAMAPAPUA

Kisah Perjalanan Misi Injil Ottow dan Geissler Dalam Menabur Injil di Tanah Cendrawasih

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
62
×

Kisah Perjalanan Misi Injil Ottow dan Geissler Dalam Menabur Injil di Tanah Cendrawasih

Share this article
IMG 20230205 WA0036 1
Patung dua misionaris Ottow dan Geissler yang membawa Injil masuk ke Papua yang dibangun di Situs Pulau Mansinam.Foto:Dok

Papua merupakan salah satu daerah penyumbang masyarakat Kristen terbesar di Indonesia. Menurut data Kementrian Agama Republik Indonesia, jumlah penganut agama Kristen di tanah Papua sebanyak 3.000.104 jiwa dari total penduduk 4.346.593. Benih Kekristenan tumbuh dan berkembang dengan begitu subur di tanah Papua. Tidak hanya di perkotaan, tetapi nilai-nilai Kekristenan juga menyebarkan hingga daerah-daerah pedalaman Papua.

Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya
Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya

Oleh: Kristanto Yosua Moubata
(Sumber: narasisejarah.id)

Tumbuh kembangnya Kekristenan di tanah Papua merupakan buah dari benih yang ditaburkan oleh para misionaris Kristen terdahulu. Para misionaris ini memiliki kerinduan dan gairah yang teramat besar untuk menyampaikan kabar baik. Mereka bahkan harus mengorbankan berbagai macam kepentingan pribadi demi menjalankan misi penyebaran Injil Kristus di tanah Papua. 

Misionaris pertama yang datang untuk menjalankan misi penginjilan di tanah Papua adalah Carl Willhelm Ottow dan Johan Gottlob Geissler yang berasal dari Jerman. Pada tanggal 26 Juni 1852 tepatnya waktu malam hari kedua misionaris ini berangkat dari Rotterdam, Belanda menuju Batavia (kini dikenal Jakarta). Waktu yang dibutuhkan dari Belanda ke Batavia kurang lebih empat bulan dengan menumpang kapal laut Abal Tasman.  Padq anggal 7 Oktober 1852 kedua misionaris tersebut sampai di Batavia.

IMG 20230205 WA0036 1
Patung dua misionaris Ottow dan Geissler yang membawa Injil masuk ke Papua yang dibangun di Situs Pulau Mansinam.Foto:Dok.

Untuk sampai ke tanah Papua bukanlah hal yang mudah. Pada waktu itu transportasi teramatlah sulit. Lokasi tujuan pun juga belum diketahui secara pasti. Walaupun demikian, dengan bermodalkan iman kepada Tuhan dan karena kerinduan untuk menyampaikan Injil mereka tetap membulatkan tekad untuk menuju ke tanah Papua.

Setelah tiba di Batavia, mereka harus berhenti kurang lebih selama dua tahun untuk menunggu surat izin dari pemerintah yang berkuasa saat itu. Pemerintah yang berkuasa pada saat itu ialah Hindia-Belanda. Aturan pemerintah Belanda waktu itu menegaskan bahwa kewarganegaraan Belanda dilarang memasuki wilayah lain di Indonesia karena dua alasan utama yaitu terkait keselamatan orang tersebut dan kecurigaan terhadap warga negara lain terkait wilayah jajahan. Kedua alasan utama inilah yang mempersulit para misionaris mendapatkan surat perizinan.

Selain itu, khususnya terkait faktor keselamatan Ottow dan Geissler  belum memiliki bukti yang cukup kuat untuk meyakinkan pihak Belanda bahwa daerah yang mereka tuju cukup aman. Hal ini dikarenakan pada masa itu wilayah Papua dianggap berbahaya karena masyarakatnya terkenal dengan kejahatan perampokan, peperangan, dan kurang berjasa terhadap orang asing. Inilah yang mengakibatkan perjalanan harus ditunda.

Setelah sekian lama menanti, akhirnya Ottow dan Geissler  mendapatkan persetujuan dari pemerintah Hindia-Belanda untuk pergi menginjili di tanah Papua. Namun, perizinan mereka  dibatasi hanya sampai ke Ternate. Surat perizinan ini dikeluarkan dengan bantuan suatu badan bernama zending di Batavia “Het Genootsvhap Voor In-en Vitwendige zending”. Badan ini yang berfungsi untuk menampung para utusan yang datang dari Eropa.

Setelah beberapa lama di Ternate, Ottow dan Geissler mendapatkan informasi terkait harapan untuk datang ke Papua dengan agenda penyebaran Injil. Hal ini didukung oleh beberapa informasi bahwa masyarakat di Manokwari bagian barat daya Papua dikabarkan dapat diajak berkomunikasi dengan cukup baik. Informasi ini disampaikan peneliti bernama Zeding G.F De Bruin Kops yang melakukan penelitian ilmiah dalam menentukan batas wilayah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di tempat tersebut.

Melihat harapan yang di depan mata, Ottow dan Geissler langsung mengambil keputusan untuk berangkat ke tanah Papua. Pada tanggal 5 Februari 1855 tepatnya pada pukul 06.00 pagi, kapal telah berlabuh di teluk Doreh. Mereka berdua tinggal sementara waktu di sebuah gubuk bekas peninggalan pelaut di pulau Mansiman. Kemudian, untuk sampai ke Manokwari Oleh karena itu, mereka berusaha membuat sebuah perahu yang nantinya dipakai ke Manokwari.

Setelah mereka berhasil membuat sebuah perahu, mereka pun berangkat dan tiba di bibir pantai Manokwari. Pemandangan awal yang ditemukan di depan mereka ialah hutan rimba yang dipenuhi pepohonan yang rapat dan lebat. Mereka harus bekerja ekstra dalam merangkul masyarakat lokal. Tidak jarang mereka harus menderita penyakit malaria yang membuat mereka sekarat. Namun karena misi menyebarkan injil dan harapan besar untuk mengubah peradaban Papua menjadi lebih maju, maka hal itulah yang mendorong mereka untuk terus bekerja berusaha dan bekerja lebih keras.

Hasilnya ialah mereka mampu hidup berdampingan dengan masyarakat setempat. Untuk mempermudah komunikasi maka mereka berkomitmen mempelajari bahasa lokal, yaitu bahasa Numfor (Mafoor). Mereka bahkan mampu membuat kamus 1500 kata dalam bahasa lokal yang kemudian diserahkan kepada komisi ilmu pengetahuan Belanda yang waktu itu sedang berkunjung ke Mansinam tahun 1958.

IMG 20230205 WA0039
Patung Yesus Kristus setinggi hampir 30 meter di Pulau Mansinam yang diresmikan oleh Presiden SBY pada 24 Agustus 2014
Foto: Dok

Melalui kerja keras Ottow dan Geissler dan pertolongan Tuhan, maka Injil semakin mudah untuk disebarkan. Banyak masyarakat lokal yang mengenal nilai-nilai Kekristenan dengan lebih baik. Bahkan kedua misionaris ini mampu mengubah doa bapa kami ke dalam bahasa Numfor (Mafoor) yang membantu masyarakat semakin mengenal Tuhan. Banyak jiwa yang memberi dirinya untuk menerima kebenaran Injil. 

Ottow dan Geissler memberikan dampak yang begitu besar bagi masyarakat Papua. Bahkan hingga saat ini kedua misionaris ini masih dikenang oleh masyarakat Papua sebagai orang yang berjasa membawa masyarakat Papua kepada cahaya baru. Tidak hanya itu, pelayanan tersebut juga memberikan dampak kemajuan terhadap peradaban masyarakat Papua berupa moralitas, perilaku sosial, pendidikan dan hidup beragama. Untuk mengenang jasa kedua misionaris tersebut, maka setiap tanggal 26 Oktober diperingati sebagai hari masuknya Injil ke tanah Papua. Pada tanggal tersebut, menjadi momen reflektif dan ungkapan syukur kepada Tuhan karena telah memberikan pencerahan iman. Selain itu,  melihat pengaruh kedua misionaris tersebut yang begitu besar, maka dibuatnya kesepakatan dari sejumlah tokoh Gereja Kristen Injil (GKI) di tanah Papua untuk membangun sebuah perguruan tinggi yang diberina nama Universitas Kristen Ottow dan Geissler.

Ottow dan Geissler menjadi teladan tidak hanya bagi masyarakat papua saja, namun untuk semua umat Kristen di dunia. Semangat dan motivasi untuk menyebarkan Injil begitu besar hingga segala tantangan dan rintangan dapat dilalui. Hal yang paling difokuskan terhadap iman kedua misionaris ini adalah ketaatan dan kepercayaan Tuhan. 

Layaknya Abraham yang diutus Tuhan ke suatu negeri yang belum jelas keberadaanya, namun Abraham berjalan dengan Iman. Ottow dan Geissler bahkan tidak tahu keberadaan posisi keberadaan Papua. Bahkan setibanya di Batavia (kini Jakarta) mereka belum memiliki gambaran jelas tentang dimana dan seperti apa Papua. Namun, layaknya Abraham, Ottow dan Geissler juga berjalan dengan Iman hingga tiba di tanah yang Tuhan janjikan. Iman yang mereka tanamkan di bumi cendrawasih kini telah berbuah lebat karena kemurahan Tuhan. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *