BERITA UTAMAMIMIKA

Auditor Akuntan Publik Tarmizi Linglung dan Bingung Jawab Pertanyaan, Iwan Niode: Pengacara, Jaksa dan Hakim Kena Tipu

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
43
×

Auditor Akuntan Publik Tarmizi Linglung dan Bingung Jawab Pertanyaan, Iwan Niode: Pengacara, Jaksa dan Hakim Kena Tipu

Share this article
74adccd7 a548 4a07 8fa9 645e1e691e1d
Saksi ahli Iwan Budiyono yang melakukan audit perhitungan kerugian negara pada kasus pesawat dan helikopter Pemkab Mimika.Foto: Izzy

Jayapura, fajarpapua.com – Terjadi banyak keanehan pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Cessna Grand Caravan C 208 B EX dan Helikopter Airbus H 125 di lingkup Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2015, dengan terdakwa Johannes Rettob dan Direktur PT. Asian One Air Silvi Herawati yang digelar di Pengadilan Tipikor Jayapura, Papua, Kamis (20/7).

Sidang dengan agenda pemeriksaan Saksi Ahli dari JPU, dipimpin Ketua Majelis Hakim Thobias Benggian, SH, didampingi dua Hakim Anggota Linn Carol Hamadi, SH dan Andi Matalata, SH, MH.

ads

Sidang dimulai pukul 14.00 WIT hingga pukul 20.30 WIT diawali dengan pemeriksaan Saksi Ahli Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah LKPP dan Perhitungan Kerugian Negara Dr. Ahmad Feri Tanjung, SH, MM, MKn Dosen DPK Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia.

Kemudian dilanjutkan dengan saksi ahli, Iwan Budiyono, SE, MSi, Ak, CA, ACPA, Auditor Kantor Akuntan Publik Prof Tarmizi dan Akademisi.

Juru Bicara Kuasa Hukum Johannes Rettob, Iwan Niode usai persidangan mengatakan Saksi Ahli Ahmad Feri Tanjung secara formal hanya bicara soal pengadaan sesuai Perpres 54 Tahun 2010.

“Jadi, keterangannya dia kemudian analisis mereka dengan analisis kami pasti berbeda. Kalau dia bicara pengadaan dari Perpres, kalau kita meninjaunya dari aspek swakelola dan itu sama – sama diatur dalam Perpres. Cuma kan ahli Ahmad Tanjung ini emosional dan cenderung tidak mau mengungkapkan yang sebenarnya berdasarkan keilmuan dia,” terangnya.

Tetapi yang mencuri perhatian adalah saat pemeriksaan saksi ahli Iwan Budiyono, SE, MSi, Ak, CA, ACPA selaku Saksi Ahli Auditor Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dan Akademisi.  

Bagaimana tidak, setiap ditanya Tim Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa, selalu dijawab saksi dengan jawaban harus berkoordinasi dulu dengan sesama rekannya serta berbagai alasan lainnya.

Jawaban saksi sontak membuat kekesalan dari para Tim PH kedua terdakwa diantaranya Juhari, Iwan Niode, Emilia Lawalata. 

 Namun dalam persidangan yang berlangsung selama dua jam lebih untuk saksi ahli Iwan dari Kantor Akuntan Publik Tarmizi, terungkap bahwa kelebihan bayar itu ternyata justru kekurangan bayar.

“Tidak ada kelebihan bayar dari pemerintah (Pemkab Mimika-red) sebesar Rp 4,9 miliar lebih, itu gak ada. Kita sudah tunjukkan mana yang kelebihan bayar. Ternyata kekurangan bayar. Ketika kita konfrontir dia kan menghindar. Padahal itu hasil kerja mereka. Artinya bahwa tidak ada kerugian negara dalam perkara ini,” tegasnya.

Hal ini sudah dibuktikan oleh Tim PH terdakwa, bahwa kinerja saksi ahli dan Akuntan Publik Tarmizi semerawut.

“Mereka bilang berdasarkan Standar Jasa Investigasi (SJI) padahal mereka sendiri tidak menguasai SJI. Ketika kita konfrontir tentang SJI 5400 dan SJI 5300  kebingungan mereka,” bebernya kepada Pers seusai sidang.

Lanjut dia, laporan dan isi bercampur baur. “Makanya saya bilang laporan dan isinya saja sudah tak benar. Ngawur bagaimana kita mau mempercayai laporan itu,” singgungnya.

Dalam keterangannya, Iwan mempertegas lagi tidak ada kerugian negara dalam perkara ini, tidak ada kelebihan bayar. Justu yang ada adalah kekurangan bayar.

“Pemerintah dalam hal ini Pemkab Mimika kurang bayar bukan kelebihan bayar,” tekannya.  

AP Tarmizi Tidak Lakukan Audit

Atas kesaksian saksi ini, Tim PH mencurigai akuntan publik ini tidak melakukan audit investigasi dan hanya mengambil data dari Tim Penyidik JPU, yang sebetulnya bertentangan dengan standar jasa investigasi.

Menurutnya, jika saksi ahli selaku Akuntan Publik mengambil data dari penyidik berarti perhitungan kerugian negara ini yang didasarkan pada SJI 5400.

“Pertanyaan saya ketika Jaksa melakukan penyelidikan dan menaikan status ke penyidikan. Audit perhitungan kerugian keuangan negara yang mana yang dia pakai? Tidak ada. Kan seharusnya ada, itu dilakukan audit investigasi dulu. Kemudian ada indikasi kerugian negara, diteliti. Baru kemudian dinaikkan status jadi penyidikan,” paparnya.  

Namun Tim JPU menggunakan jasa Akuntan Publik Tarmizi pada tingkat penyidikan. Dimana pada saat penyelidikan tidak ada audit investigasi dan itu tidak pernah dilakukan. Iwan mengaku heran, ketika kemudian mereka melakukan audit perhitungan kerugian negara dicampurbaurkan dengan SJI 5400 dan SJI 5300

“Jangan mereka pikir kitorang (kita-red) tidak mengetahui dan menguasai. Saya ini ada bawa dokumennya. Saya cecar dia dengan ini, dia (saksi-red) juga bingung. Saksi juga tak menguasai SJI, malah kami ini lebih menguasai SJI,” ucapnya.

“Saksi bilang kelebihan bayar. Ini kekurangan bayar bukan kelebihan bayar. Jaksa pun kaget. Yang dia tipu itu bukan hanya kami tim Pengacara, Jaksa dan Hakim-pun dia tipu,” ulangnya lagi.  

“Tertipu kitorang semua dengan hasil audit. Makanya saya bilang Tarmisi ini kita akan laporkan sebagai penipuan. Hasil audit yang keliru digunakan oleh JPU, dipakai dalam dakwaan dan ini menyesatkan. Hasil audit yang keliru digunakan oleh jaksa jadi sesat. Korbannya siapa, Pak Rettob (terdakwa-red),” tambahnya.  

Kemudian saksi ahli ternyata hanya mengumpulkan dokumen dari Jaksa dan tidak pernah klarifikasi. Akibatnya dokumen – dokumen yang penting untuk perkara ini tak bisa dianalisis.

Seperti dokumen pengakuan hutang, perjanjian pengakuan hutang itu ada. Tetapi belum pernah dianalisis. Kalau ada dan dianalisis maka  menurut Iwan tidak ada hitungan kerugian negara sebesar Rp 21 milyar.

“Kehilangan pesawat, pesawat ada dan ada surat  serah terima pesawat. Kalau dianalisis surat itu kan tak ada kerugian keuangan negara. Tertipu kita semua dengan hasil audit akuntan publik Tarmizi,” ungkapnya lagi.

Kalau dalam profesi ilmu hukum ini adalah  pelanggaran kode etik yang berat yang dilakukan kantor Akuntan Publik Tarmisi Tahir.

Sehingga Tim PH berkesimpulan keterangan saksi ahli dikesampingkan alias tidak bisa dipakai. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *