BERITA UTAMAMIMIKApinpost

Dinilai Jadi Pemecah-belah, Legalitas Juru Bicara Gubernur Papua Dipertanyakan, Kapasitas Lampaui ASN

pngtree vector tick icon png image 1025736
13
×

Dinilai Jadi Pemecah-belah, Legalitas Juru Bicara Gubernur Papua Dipertanyakan, Kapasitas Lampaui ASN

Share this article
Habelino Sawaki, SH., MSi (HAN)
Habelino Sawaki, SH., MSi (HAN)

 Jayapura, fajarpapua.com – Kapasitas seorang Muhammad Rifai Darus, SH selaku Juru Bicara Gubernur Papua mulai dipertanyakan. Pasalnya meskipun non ASN, Rifai terlihat sangat responsif dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan publik mengatasnamakan gubernur Papua. Padahal, apa yang disampaikan Rifai lebih banyak didominasi kepentingan pribadi dan kelompok yang memecah-belah Papua.

“Kami mempertanyakan surat keputusan Pengangkatan sebagai Juru Bicara Gubernur Papua dan regulasi kedudukannya sebagai Juru Bicara. Karena Pemerintah ada aturannya,” ungkap Pemerhati Pemerintahan Daerah, Habelino Sawaki, SH., MSi (HAN) dalam rilis yang diterima fajarpapua.com, Minggu (27/6) dini hari.

ads

Dia mengemukakan, berdasarkan Permendagri Nomor 56 Tahun 2019 tentang Pedoman Nomenklatur dan Unit Kerja Sekretariat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diturunkan dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan Peraturan Gubernur (Pergub), pihaknya belum menemukan nomenklatur tugas dan fungsi Juru Bicara Gubernur. 

“Mengeluarkan edaran, perintah dan himbauan atas nama Gubernur oleh seorang yang mengatasnamakan diri sebagai juru bicara gubernur adalah hal yang keliru,” tukasnya.

Menurut Sawaki, jika Gubernur berhalangan, secara hirarki maka ada Wakil Gubernur, Sekda, Asisten I, II dan III, ada kepala OPD yang membidangi teknis bisa berbicara atas nama Gubernur.

“Fungsi kehumasan pada Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia melekat pada Dinas Kominfo Provinsi dan itu pegawai negeri aktif ataupun kasubag atau pejabat fungsional. Bukan non ASN,” tuturnya. 
 
Lebih jauh ditekankan, jika yang bersangkutan diangkat dengan SK Gubernur maka Biro Hukum dan Biro Ortal wajib dipertanyakan cantolan hukumnya.
 
Peraturan Gubernur Provinsi Papua Nomor 51 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Papua sejauh ini belum dirubah.

Dimana, dalam Bab II tentang kedudukan, Fungsi dan Tugas kedudukan Organisasi khususnya pasal 3, Dinas Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas pokok membantu Gubernur Papua menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika, persandian dan statisitik berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta tugas lainnya yang diberikan Gubernur.
 
“Jadi sebenarnya saat ini Kepala Dinas Kominfo yang berhak berbicara memberikan informasi dan publikasi tentang kegiatan pemerintah daerah. Harus kembali ke aturan agar tidak menimbulkan kebingungan dalam pemerintahan. Birokrasi tidak boleh diintervensi dan diadu domba oleh pikiran partai politik atau pengurus partai tertentu atau tim sukses. Itu merusak pemerintahan. Apalagi mengatasnamakan gubernur dengan cuma komunikasi lisan,” tukasnya.

Kata dia, bisa saja apa yang disampaikan adalah pikiranya pribadi atau asupan dari kelompok tertentu akhirnya mempengaruhi masyarakat bahwa ada ketidakharmonisan antara pimpinan daerah/pejabat daerah. Hal ini sangat berbahaya sebab dapat mengganggu kerja birokrasi dan akibatnya berimplikasi ke pelayanan publik.
 
Sawaku menekankan, dalam tata naskah kedinasan sesuai dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2009 tentang Tata Naskah Dinas Pemerintah Daerah, tidak ada surat dinas/edaran berupa himbauan yang boleh dikeluarkan oleh juru bicara. Dan juru bicara sendiri tidak ada dalam Permendagri fungsi kerjanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *