BERITA UTAMAMIMIKA

TERLANTAR, Pesawat Milik Pemda Mimika Sudah Ditumbuhi Lumut, Ijin Helikopter Berakhir Juni 2022, Dishub Harus Segera Cari Operator !!!

cropped cnthijau.png
10
×

TERLANTAR, Pesawat Milik Pemda Mimika Sudah Ditumbuhi Lumut, Ijin Helikopter Berakhir Juni 2022, Dishub Harus Segera Cari Operator !!!

Share this article
Pesawat milik Pemda Mimika yang terpakir begitu saja di hanggar Bandara Mozes Kilangin sejak dikembalikan PT Asian One Air, 22 September 2021 silam
Pesawat milik Pemda Mimika yang terpakir begitu saja di hanggar Bandara Mozes Kilangin sejak dikembalikan PT Asian One Air, 22 September 2021 silam

Timika, fajarpapua.com – Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Mimika diminta segera mencari operator pengganti yang mengoperasikan pesawat grand caravan yang sejak 22 September 2021 lalu dikembalikan maskapai PT Asian One Air kepada Pemda Mimika.

Selain itu, Dishub juga diharapkan segera mencari operator yang mengurus kelanjutan ijin operasi helikopter milik Pemda Mimika yang ijinnya akan berakhir Juni 2022 mendatang. Sebab, jika kontrak helikopter tersebut tidak dilanjutkan Asian One Air, operator baru wajib melakukan pengurusan dari pabrik hingga impor ke Indonesia.

ads

Selain itu, jika tidak segera diurus, maka pesawat Pemda Mimika yang kini sudah ditumbuhi lumut akan hancur, nasib yang sama juga bakal menimpa helikopter.

Sementara menyangkut tuduhan pesawat dan helikopter bekas, Pemda Mimika dipersilahkan mengecek nomor registrasi. Bahayanya, tuduhan itu terancam digugat pihak Cesna dan Airbus.

Mantan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika yang kini menjabat Wakil Bupati, Johannes Rettob dalam konfrensi pers di kediamannya, Senin (4/4) mengemukakan, saat perencanaan pembelian pesawat dan helikopter, dirinya masih menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Perhubungan Udara pada Dishub Mimika.

Dikatakan, dalam APBD Tahun Anggaran 2015, tercantum Pemda Mimika menganggarkan pembelian 1 unit helikopter merk bell dengan harga Rp 85 miliar, serta pesawat fixed wing.

“Waktu itu Pak Hizkia Simbiak sebagai Kadis Perhubungan. Saya bilang kita tidak bisa beli yang sudah ada merk, Bell itu bermacam-macam, ada seri 412, 407 sampai yang besar. Saya juga tanya ke pa Bupati (Eltinus Omaleng) apa tujuan beli pesawat dan helicopter, beliau jawab untuk angkut penumpang ke daerah-daerah terisolasi,” ujar Wabup JR.

Bupati menghendaki tipe pesawat super puma, namun anggaran yang disediakan terlalu kecil, sebab harga super puma Rp 300 miliar.

“Akhirnya melalui pertimbangan kami lakukan kajian teknis pesawat apa yang cocok. Pikir purna jualnya gampang, karakteristik gampang, pilot, sparepart, engineer gampang.
Beberapa pilihan untuk fixed wing, kita putuskan grand caravan,” ujarnya.

Begitupula, atas pertimbangan harga dan sparepart, akhirnya diputuskan pembelian helicopter jenis airbus 125 dengan kapasitas 5 seat, versi terbaru kala itu.

“Kalau dibilang bekas tidak mungkin, karena yang kita beli versi terbaru saat itu. Bahkan saya dan pak bupati yang pulang pergi cek selama perakitan di Malaysia,” paparnya.

Setelah melalui proses pengurusan administrasi yang sangat rumit, akhirnya proses pembelian dilakukan.

Untuk pesawat Cesna Grand Caravan pembelian dilakukan di Wichita Amerika.

“Kalau Pemda yang beli kita kena PPnBM sebesar 67,5 persen dari harga pesawat, padahal uang kita hanya Rp 85 miliar tidak cukup. Akhirnya kita kerjasama operator penerbangan. Kami bingung karena sudah tawar kemana-mana semua menolak. Kita gandeng Asian One Air,” ujarnya.

Untuk grand caravan pembayaran dilakukan 21 November 2015, harga saat itu 2,2 juta dollar AS ditambah pengurusan administrasi 2,5 juta dollar AS.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *