BERITA UTAMAPAPUA

Breakingnews : Pengacara Gubernur Papua Non Aktif Lukas Enembe Ditahan KPK, Ini Tiga Dugaan Pelanggarannya

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
8
×

Breakingnews : Pengacara Gubernur Papua Non Aktif Lukas Enembe Ditahan KPK, Ini Tiga Dugaan Pelanggarannya

Share this article
Gedung KPK RI
Gedung KPK RI

Jakarta, fajarpapua.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (9/5) secara resmi menahan Stefanus Roy Rening (SRR) pengacara Gubernur Non Aktif Papua, Lukas Enembe.

SRR ditahan lantaran dinilai sengaja menghalangi dan merintangi proses penyidikan terkait penanganan perkara Tersangka LE.

ads

“Saat proses penyidikan perkara Tersangka LE yang dilakukan Tim Penyidik KPK berlangsung, ditemukan adanya fakta-fakta dugaan perbuatan hukum berupa tindakan kesengajaan merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan dalam perkara dugaan korupsi dengan Tersangka LE,” ungkap Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa sore.

Dikemukakan, atas temuan fakta-fakta tersebut, selanjutnya Tim Penyidik KPK melakukan pengumpulan berbagai alat bukti untuk menguatkan dugaan adanya perbuatan merintangi proses penyidikan (Obstruction of Justice). Selanjutnya KPK berdasarkan kecukupan alat bukti menetapkan dan mengumumkan pihak yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

“Menjadi bagian dari kebutuhan penyidikan, Tim Penyidik menahan SRR untuk 20 hari pertama, dari tanggal 9 Mei 2023 s/d 28 Mei 2023 di cabang Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara,” tuturnya.

Adapun konstruksi perkara, SRR merupakan Pengacara/Advokat berdasarkan surat keputusan pengangkatan dan sumpah sebagai Advokat yang diterbitkan oleh Dirjen Peradilan Umum Kementerian Kehakiman tahun 1999 dan Pengadilan Tinggi Jakarta tahun 2004.

SRR mengenal tersangka LE dan perkenalan tersebut dimulai sekitar tahun 2006 disaat LE maju dalam Pilkada Gubernur Papua dan komunikasi hingga kedekatan keduanya masih berjalan sampai dengan saat ini.

Selanjutnya LE yang menjabat Gubernur Provinsi Papua ditetapkan KPK sebagai Tersangka suap dan gratifikasi dalam proyek pengadaan infrastruktur di Provinsi Papua kemudian LE menunjuk Tim Penasihat Hukum.

Berdasarkan surat kuasa yang ditandatangani LE, disebutkan bahwa SRR ditunjuk sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum yang akan mendampingi selama proses hukum berlangsung di KPK.

Untuk menghadapi proses hukum tersebut, diduga SRR dengan itikad tidak baik dan menggunakan cara-cara melanggar hukum melakukan perbuatan diantaranya, sebagai berikut.

Pertama, menyusun beberapa rangkaian skenario berupa memberikan saran dan mempengaruhi ke beberapa pihak yang akan dipanggil sebagai saksi oleh Tim Penyidik agar tidak hadir memenuhi panggilan dimaksud padahal menurut hukum acara pidana kehadiran saksi merupakan kewajiban hukum.

Kedua, memerintahkan pada salah satu saksi agar membuat testimoni dan pernyataan yang berisi cerita tidak benar terkait kronologis peristiwa dalam perkara yang sedang dilakukan penyidikan oleh KPK dengan tujuan untuk menggalang opini publik sehingga sangkaan yang ditujukan oleh KPK terhadap LE dan pihak lain yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dinarasikan sebagai kekeliruan. Terlebih diduga penyusunan testimoni dilakukan ditempat ibadah agar menyakinkan dan menarik simpati masyarakat Papua yang dapat berpotensi menimbulkan konflik.

Ketiga, SRR diduga juga menyarankan dan mempengaruhi saksi lainnya agar jangan menyerahkan uang sebagai pengembalian atas dugaan hasil korupsi yang sedang diselesaikan KPK.

“Atas saran dan pengaruh SRR tersebut, pihak-pihak yang dipanggil secara patut dan sah menurut hukum sebagai saksi menjadi tidak hadir tanpa alasan yang jelas,” ujar Ali Fikri.

Disamping itu atas tindakan SRR dimaksud, proses penyidikan perkara yang dilakukan Tim Penyidik KPK secara langsung maupun tidak langsung menjadi terintangi dan terhambat.

Tersangka SRR disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum dengan berlandaskan dan berdasarkan aturan hukum,” katanya.

Dikatakan, seorang penasehat hukum sudah semestinya mendukung proses penegakan hukum itu sendiri, agar berjalan secara efektif, dengan tetap menjunjung tinggi azas hukum dan kode etik profesinya. Yakni dengan menjunjung prinsip kejujuran, mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran, serta keadilan. Bukan justru sebaliknya, berupaya merintangi proses penegakan hukum yang sedang berjalan.

“Dalam kesempatan ini, KPK juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat Papua yang terus memberikan dukungan kepada KPK dalam setiap proses pemberantasan korupsi. Karena masyarakat pastinya menyadari, korupsi secara nyata telah mengganggu jalanannya pembangunan dan menghambat majunya kesejahteraan masyarakat,” bebernya.(red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *