DITANGKAPNYA Gubernur Papua, Lukas Enembe dan belum ditetapkannya pengganti almarhum Klemen Tinal sebagai Wakil Gubernur Papua membuat Pemerintah Provinsi Papua mengalami kekosongan pimpinan daerah.
Dengan kondisi ini, jelas masyarakat khususnya di Provinsi Papua saat ini mengalami kebingungan dan yang pasti akan timbul pertanyaan:
Apabila kepala daerah dan wakilnya berhalangan tetap sebagaimana ketentuan UU (kedua-duanya meninggal dunia atau tersandung masalah korupsi), bagaimana tata cara penggantiannya?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, fajarpapua.com mengurai kembali penjelasan Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si yang pernah dilansir hukumonline.com dalam tulisan berjudul “Tata Cara Penggantian Jika Kepala Daerah dan Wakilnya Berhalangan Tetap”
Dasar Hukum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Ketentuan tentang kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat kita temukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala Pemerintahan Daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk Daerah provinsi disebut gubernur, untuk Daerah kabupaten disebut bupati, dan untuk Daerah kota disebut wali kota.
Menyangkut soal berhentinya kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yaitu jika berhalangan tetap, meninggal dunia, atau tersangkut kasus korupsi. Hal-hal tersebut diatur dalam Pasal 78 jo. Pasal 76 ayat (1) UU 23/2014:
Pasal 78 UU 23/2014: (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.