EDITORIAL

Kwamki Narama, Jangan Biarkan Damai Ini Pergi, Tuhan….

pngtree vector tick icon png image 1025736
13
×

Kwamki Narama, Jangan Biarkan Damai Ini Pergi, Tuhan….

Share this article
SD Inpres Kwamki Narama



Bagian dalam ruangan tampak lengang, tidak berisi, sudah dirumbuhi semak, seperti benteng tua yang ditinggalkan serdadu. Tapi aroma perkasanya masih tercium, sang raksasa yang pernah berjaya dimasa silam.

Berhadapan dengannya ada sisa-sisa tembok bangunan tua yang runtuh, dilahap ganasnya konflik waktu itu. SD Inpres Kwamki Narama, dia bersebelahan dengan Paud Penuai. Kedua sekolah itu menyimpan cerita kelam. Kwamki Narama yang dulu, yang penuh konflik antar saudara.

Masih berdekatan dengannya ada kios panjang. Itu adalah sisa benteng pertahanan kubu bawah. Bangunan lusuh tua itu hampir sejalan dengan sejarah Kwamki Narama. Saya teringat saat konflik tahun 2007. Saya dan sejumlah awak media pernah terjebak di sini. Di kepung, nyawa kami nyaris putus. Jika baracuda tak segera menghalau pasukan, mungkin nasib kami tinggal kenangan.

Di depan kios panjang, di sudut pertigaan itu, ada bangunan yang juga sudah uzur. Jarang terurus mungkin sudah ditinggalkan pemiliknya. Itu juga bangunan penuh sejarah. Pernah, seorang ibu terbunuh di depannya, saat konflik berkepanjangan tahun 2007 silam.
Pikiran saya kembali membayang kejadian itu. Panah menerjang tanpa ampun. Kelar. Padahal dia seorang wanita.

Memang di arena perang, wanitalah yang terdepan, membantu menggeret perisai. Laki-laki di belakangnya, menarik busur panah, membidik siapa yang bakal dikirim ke dunia akhirat. Kejam memang, tapi itulah perang. Ada juga bocah kecil, yang waktu bermainnya hilang, lantaran harus bermain siasat, dengan nyawa taruhannya. Mereka berlari kiri kanan, mengalihkan konsentrasi musuh. Menyedihkan.
Karena jika panah salah melesak, masa depan mereka langsung berhenti di situ.

Dan, akhirnya saya sampai di lapangan Kwamki Narama. Di tempat ini, kami punya banyak kenangan. Saya teringat ketika perdamaian tidak menemui titik temu, kami dikepung. Ikut terkepung Kapolres ketika itu AKBP Jimmy Tuilan. Beliau luar biasa. Dia tetap tenang mengajak warga berdamai, padahal panah mengarah kepadanya. Sekali lepas, mungkin kelar juga dia.

Saat pengepungan itu ada juga Klemen Tinal, dia dulu bupati tapi sekarang Wakil Gubernur Papua. Dia orang hebat memang. Punya nyali. Walaupun dia diberondong dengan amarah murka, namun kharismanya mampu meredam keadaan. Semua pulih. Situasi kembali pulih. Hari itu tercapai kesepakatan damai. Tapi belum sampai hari H ritual panah babi pertanda damai, konflik meletus lagi. Terhitung 17 orang meregang nyawa. Setiap pergi meliput, kami melihat asap api, aroma mayat yang dibakar semalam. Jika mayat dibakar, itu pertanda perang masih tetap berlanjut… kawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *