BERITA UTAMAMIMIKApinpost

Tidak Legitimated, Forkopimda Mimika Dinilai Tidak Perlu Hadiri Rapat yang Dipimpin Penjabat Sekda

pngtree vector tick icon png image 1025736
4
×

Tidak Legitimated, Forkopimda Mimika Dinilai Tidak Perlu Hadiri Rapat yang Dipimpin Penjabat Sekda

Share this article
Bupati Mimika
Jenny Usmani usai rapat evaluasi Covid 19

Timika, fajarpapua.com
Jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) kabupaten Mimika dinilai tidak perlu lagi menghadiri setiap rapat atau undangan rapat yang dipimpin seorang penjabat Sekda. Pasalnya, baik penjabat Sekda maupun Sekda definitif sekalipun tidak mempunyai kapasitas menginisiasi rapat yang menghadirkan Forkopimda.

ads

Mahasiwa hukum tata negara, Hironimus Kiaruma kepada Fajar Papua, Minggu (20/9) mengemukakan, sesuai undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Forkopimda adalah forum untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan umum.

Merujuk pada pasal  26, Forkopimda kabupaten diketuai oleh bupati dan anggotanya terdiri dari Wakil Bupati, Ketua DPRD, Kapolres, Kepala Kejaksaan, dan Dandim. 

“Seorang Sekda apalagi hanya penjabat Sekda tidak punya kapasitas untuk menginisiasi forum yang dihadiri oleh anggota Forkopimda. Dengan demikian sebaiknya anggota Forkopimda tidak hadir jika diundang oleh penjabat Sekda karena keputusan yang dihasilkan dalam forum tersebut sudah pasti tidak legitimated karena Ketua Forkopimda adalah Kepala Daerah dan jabatan itu tidak dapat diwakilkan, apalagi oleh seorang kepala dinas atau penjabat Sekda,” ungkap Hiro.

Dikemukakan, penjabat Sekda adalah jabatan birokrasi, dan yang paling berhak menggantikan tugas-tugas Bupati ketika yang bersangkutan berhalangan adalah Wakil Bupati, bukan Penjabat Sekda.

Selain rapat bersama Forkopimda, rapat bersama pimpinan OPD pun penjabat Sekda tidak punya kewenangan apabila keputusannya berkaitan dengan kebijakan daerah.

“Dengan demikian, keputusan yang diambil oleh seorang Penjabat Sekda dalam sebuah rapat dengan kepala-kepala OPD adalah tidak legitimated karena melampaui kewenangan seorang Penjabat Sekda. Perintah pimpinan harus dapat dibuktikan dan jika ternyata perintah itu melampaui kewenangan pejabat yang diperintah maka seharusnya dikoordinasikan ulang dalam rangka mengambil langkah-langkah yang patut,” tukasnya.

Dalam konteks keputusan pemberlakuan PSDD kali ini, Hiro menilai Kepala Dinas Pendidikan Mimika itu “offside”, melewati batas-batas yang bukan area kewenangannya.

“Jika khawatir dengan penyebaran Covid 19 yang semakin tidak terkendali, Penjabat Sekda sebaiknya memberikan masukan kepada Kepala/Wakil Kepala Daerah untuk segera melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu. Hanya sebatas itu,” bebernya.

Dikemukakan, pemberlakuan PSDD di satu sisi baik untuk menjaga agar warga tidak terpapar Covid-19, namun di sisi lain membatasi kebebasan masyarakat dalam mencari nafkah.

Oleh karena itu jika keputusan pelaksanaannya adalah berupa Kesepakatan Bersama maka harus melalui rapat bersama antara Pemerintah Daerah dan semua stakeholder yang ada di Kabupaten Mimika.

“Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah Bupati/Wakil Bupati, dan seharusnya dihadiri oleh Forkopimda, tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili seluruh elemen masyarakat,” tukas Hiro lagi.(red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *