Yang kedua, sila kelima yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang disimbolkan gambar padi dan kapas
Simbol gambar padi dan kapas melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Sekali lagi konteks Pemberhentian Tenaga Honorer dalam Surat Bupati Mimika tersebut jauh dari kata menjamin kesejahteraan apalagi kemakmuran terutama tentu bagi honorer yang terimbas oleh keputusan “Dadakan” tersebut.
Pemberhentian meski diembel-embeli dengan kata “Sementara” tersebut jelas memutus penghasilan atau pendapatan tenaga honorer.
Dengan kondisi tersebut, jangankan bicara soal kemakmuran dan kesejahteraan, bisa jadi pada akhirnya pemberhentian itu berimbas pada tidak mampunya tenaga honorer terimbas memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Dan kembali, apa yang termaktub dalam Keputusan Bupati Mimika tersebut juga dinilai jauh dari kata keadilan sebagaimana diamanatkan dalam Sila Kelima dari Pancasila.
Mengapa? Menurut hemat penulis ada beberapa hal yang bisa dijadikan indikator bahwa keputusan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan dari Tenaga Honorer yang terimbas.
Pertama, keputusan pemberhentian tenaga honorer tidak dilakukan untuk semua OPD yang memiliki tenaga honorer.
Dimana dalam poin pertama keputusan tersebut dijelaskan setidaknya tenaga honorer yang ada ditiga OPD atau lebih yang tidak tersentuh pemberhentian yaitu Dinas Pendidikan (tenaga guru dari TK hingga SMP), Dinas Kesehatan (Tenaga Medis di RSUD dan Puskesmas) dan Bapenda serta Petugas Pemungut Pajak dan Restribusi Daerah yang telah bekerja pada Organisasi Perangkat Daerah di Lingkungan Setda Mimika.
Kedua, keputusan pemberhentian honorer ini juga dinilai tidak adil Karena secara implisit dalam surat keputusan itu tidak disebutkan kriteria atau mengapa serta kenapa , tenaga honorer tersebut dipertahankan ataupun diberhentikan.