BERITA UTAMAKESEHATANNASIONAL

Perang Melawan Malaria di Papua Dengan Kontribusi Teknik Bioteknologi

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
12
×

Perang Melawan Malaria di Papua Dengan Kontribusi Teknik Bioteknologi

Share this article
d08aec9b 05f9 4a4f bcd4 ad594cb6d880
Andrea Alezandra Ferdinandus

Pendahuluan

Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Papua, dimana kejadian penyakit ini termasuk yang tertinggi di negara ini. Penyakit ini dapat menyebabkan demam, menggigil, sakit kepala, dan gejala mirip flu lainnya, dan pada kasus yang parah, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian. Anak-anak di bawah usia lima tahun dan wanita hamil sangat rentan terhadap malaria, dan penyakit ini dapat berdampak signifikan pada kesehatan dan kesejahteraan mereka.

Malaria memiliki faktor utama yaitu keadaan geografis yang membantu perkembangbiakan Anopheles. Lokasi-lokasi seperti hutan, kebun, daerah pesisir pantai, genangan-genangan air yang tidak mengalir, disertai kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik seperti keluar rumah di malam hari memperbesar kemungkinan terkena malaria. Perubahan lingkungan yang terjadi juga dapat mempengaruhi terjadinya kasus malaria.

ads

Menurut laporan Dinas Kesehatan tahun 2021, malaria di Indonesia sebanyak 81% kasus berasal dari 8 Kabupaten dan Kota di Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Mimika, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, dan Kepulauan Yapen. Dan berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kasus malaria di Indonesia pada tahun 2022, sebanyak 393.801 kasus (89%) dari total 443.530 kasus berasal dari Papua. Selain itu, menurut WHO pada Hari Malaria Sedunia 2023, kasus malaria di Indonesia 89% berasal dari Papua.

Permasalahan dan Upaya yang Telah Dilakukan

Permasalahan utama dalam pengendalian malaria di Papua adalah kurangnya akses ke layanan kesehatan. Banyak orang yang tinggal di daerah terpencil tidak memiliki akses ke perawatan medis, sehingga sulit untuk mendiagnosa dan mengobati kasus malaria. Selain itu, kurangnya pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang malaria, dengan banyak orang yang tidak memahami risiko penyakit atau cara mencegahnya.

Permasalahan lainnya yaitu tingginya prevalensi jenis malaria yang resistan terhadap obat. Obat tradisional antimalaria menjadi kurang efektif untuk mengobati penyakit tersebut, sehingga penanganan dan pencegahan malaria semakin sulit. Selain itu, kurangnya praktik sanitasi dan kebersihan yang layak, termasuk penggunaan dan pembuangan kelambu berinsektisida yang tepat, juga berkontribusi terhadap penyebaran malaria.

Upaya yang telah dilakukan dalam menangani permasalahan-permasalahan tersebut dengan melakukan pelatihan diagnosis dan pengobatan malaria untuk petugas kesehatan, peningkatan jumlah pelatihan kader yang tersebar di seluruh kampung kabupaten dan kota di Papua, pendeteksian dan pengobatan kasus secara aktif yang melibatkan pencarian kasus malaria secara aktif di masyarakat dan memberikan pengobatan segera kepada mereka yang dinyatakan positif malaria. Program ini telah dilaksanakan di beberapa komunitas di Papua, terutama di daerah terpencil yang akses layanan kesehatannya terbatas. Serta dilakukan juga pengendalian vektor yaitu dengan pembagian kelambu berinsektisida dan juga fogging penyemprotan insektisida pada dinding bagian dalam rumah khususnya di daerah yang beresiko tinggi.

Opsi Pengendalian Yang Diusulkan Dengan Penekanan Pada Kontribusi Bioteknologi Pada Upaya Pengendalian Penyakit Tular Vektor

Program pengendalian malaria yang sudah dilakukan di Papua, telah mengalami beberapa kemajuan, namun masih ada tantangan-tantangan yang perlu diatasi. Evaluasi terhadap program pengendalian malaria yang sudah dilakukan perlu dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi keberhasilan dan menentukan langkah-langkah perbaikan yang perlu diambil.

Salah satu opsi pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah malaria di Papua adalah dengan memanfaatkan teknologi bioteknologi. Inovasi bioteknologi seperti insektisida berbasis fungi, vaksin malaria dan teknologi pengendalian vektor berbasis DNA, dapat menjadi opsi pengendalian terpadu yang efektif dalam memerangi malaria.

a.        Insektisida Berbasis Fungi

Insektisida berbasis fungi dapat digunakan sebagai alternatif insektisida sintetis yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Insektisida berbasis fungi adalah salah satu jenis insektisida alami yang berasal dari jamur. Insektisida ini digunakan untuk mengendalikan populasi serangga yang merusak tanaman dan juga sebagai opsi pengendalian vektor penyakit seperti nyamuk Anopheles yang menularkan malaria. Jamur yang digunakan dalam insektisida berbasis fungi adalah jenis jamur entomopatogen yang dapat menyerang serangga dan membunuhnya.

Cara kerja insektisida berbasis fungi adalah dengan menginfeksi tubuh serangga dan membunuhnya melalui proses infeksi jamur. Setelah diaplikasikan, jamur akan menempel pada tubuh serangga dan kemudian menembus kulitnya. Setelah berhasil menembus kulit, jamur akan berkembang biak dalam tubuh serangga dan menghasilkan zat yang beracun bagi serangga tersebut. Serangga yang terinfeksi akan mati dan jamur akan terus berkembang dalam tubuhnya hingga menghasilkan spora yang akan menyebar ke serangga lain.

b.        Vaksin Malaria

Pengembangan vaksin malaria juga dapat membantu dalam mencegah terjadinya infeksi malaria pada manusia. Vaksin malaria umumnya bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan melawan parasit Plasmodium saat masuk ke dalam tubuh.

Beberapa jenis vaksin malaria yang sedang dalam pengembangan mencakup vaksin yang menggunakan protein atau antigen yang berasal dari parasit Plasmodium, vaksin yang menggunakan virus termodifikasi untuk mengirimkan antigen ke dalam tubuh, dan vaksin yang menggunakan DNA parasit Plasmodium untuk merangsang respons kekebalan tubuh.

c.         Teknologi Pengendalian Vektor Berbasis DNA

Selain itu, teknologi pengendalian vektor berbasis DNA juga dapat digunakan untuk mengurangi populasi vektor malaria, yaitu nyamuk Anopheles yang merupakan penyebab utama penularan malaria. Teknologi ini didasarkan pada penggunaan gen yang terkait dengan regulasi perkembangan atau ketahanan serangga terhadap infeksi patogen, sehingga dapat menghambat kemampuan serangga untuk menyebarkan penyakit.

Teknologi ini melibatkan penambahan bakteri Wolbachia ke dalam populasi nyamuk melalui teknik infeksi bakteri pada telur nyamuk atau melalui teknik injeksi. Setelah

diperkenalkan ke dalam populasi nyamuk, bakteri Wolbachia akan menyebar melalui reproduksi nyamuk dan menghasilkan keturunan yang terinfeksi bakteri ini.

Keturunan nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia akan memiliki kemampuan untuk menghambat kemampuan nyamuk untuk menyebarkan virus dan parasit penyebab penyakit seperti dengue, zika, dan chikungunya. Teknologi ini telah diuji coba di beberapa daerah dan menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam mengendalikan populasi nyamuk dan menurunkan jumlah kasus penyakit yang disebarkan oleh nyamuk tersebut.

Pengendalian malaria di Papua, perlu dilakukan secara terpadu melalui pendekatan multisektoral dan partisipatif. Teknologi bioteknologi dapat menjadi opsi pengendalian terpadu yang efektif, namun perlu dilakukan penelitian dan uji coba yang komprehensif sebelum diimplementasikan secara luas. Kolaborasi antara berbagai pihak juga perlu ditingkatkan untuk mencapai eliminasi malaria di Papua.

Diperlukan dukungan dari seluruh stakeholder, termasuk pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus memperkuat sistem kesehatan dan meningkatkan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan di daerah terpencil dan perbatasan. LSM dan sektor swasta juga dapat memberikan kontribusi dengan memberikan bantuan dalam bentuk dana, sumber daya manusia, atau teknologi yang dapat membantu memerangi malaria di Papua. Selain itu, kolaborasi antara berbagai pihak juga perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan eliminasi malaria pada tahun 2030.

Partisipasi masyarakat dan kepemilikan upaya pengendalian malaria sangat penting untuk keberhasilan pengendalian maupun eliminasi malaria di Papua. Masyarakat harus diberdayakan untuk mengambil peran aktif dalam pencegahan dan pengendalian malaria dengan berpartisipasi dalam kegiatan pengendalian vektor, mempromosikan penggunaan kelambu berinsektisida, menerapkan 3M Plus (Menguras tempat penampungan air, mengubur barang bekas dan menutup tempat penampungan air) dan mencari pengobatan tepat waktu untuk kasus malaria.

Perang melawan malaria di Papua memerlukan pendekatan multi-aspek yang mengintegrasikan berbagai pilihan pengendalian, termasuk pengendalian vektor, kemoprevensi, dan manajemen kasus. Untuk mencapai kesuksesan jangka panjang, pendekatan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan khusus dari setiap komunitas dan partisipasi serta kepemilikan komunitas harus dipromosikan. Dengan upaya bersama, malaria dapat dikendalikan dan dihilangkan secara efektif serta membuka jalan bagi masa depan yang lebih sehat dan sejahtera bagi Papua.(Andrea A Ferdinandus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *