BERITA UTAMAMIMIKA

Singgung APBD Mimika Rp 5 Triliun Demi Menyalahkan Pemimpin Terdahulu, Valentinus Tidak Perlu Cari Simpati dengan Pernyataan Sensasi

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
17
×

Singgung APBD Mimika Rp 5 Triliun Demi Menyalahkan Pemimpin Terdahulu, Valentinus Tidak Perlu Cari Simpati dengan Pernyataan Sensasi

Share this article
IMG 20230716 WA0009
Valentinus Sudarjanto Sumito

Timika, fajarpapua.com – Pernyataan Valentinus Sudarjanto Sumito yang dilantik hanya menjabat sebagai Pj Bupati Mimika selama 30 hari terkait masih adanya masyarakat yang tidur di bawah terpal sontak mendapat sindiran keras dari warga Mimika.

Selain tidak paham budaya, pernyataan Valentinus tidak lebih dari upaya menarik simpati publik dengan mempersalahkan semua pemimpin terdahulu.

Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya
Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya

Aktifis anti korupsi Johan Rumkorem menegaskan, pernyataan Valentinus dilontarkan lantaran tidak mengerti persoalan mendasar di Mimika, begitu pula budaya dan adat warga asli Mimika.

Bahkan, Valentinus dituding terlalu cepat melontarkan pernyataan hebat, padahal belum berbuat apa-apa untuk Mimika. Dengan kewenangan yang terbatas karena hanya menjadi “pemeran pengganti” sementara di roda pemerintahan Kabupaten Mimika, sebaiknya Valentinus fokus pada tugas utama.

“Apa yang disampaikan oleh PJ Bupati Mimika adalah gambaran seorang birokrat yang memiliki strategi perencanaan yang hebat. Namun di sisi lain, beliau terlalu dini menyampaikan itu tanpa melihat persoalan yang mendasar,” ujar Johan Sabtu (15/07/2023).

Dikemukakan, pernyataan Valentinus terkait APBD Mimika besar namun masyarakat masih tidur dibawah terpal merupakan upaya menarik simpati dengan menyalahkan semua pemimpin terdahulu.

“Katanya anggaran besar tapi tidak bisa selesaikan masalah. Sebenarnya PJ Bupati jangan cepat mengeluarkan pernyataan seperti begini karena akan menyinggung pemimpin lain, tidak elok,” sebutnya.

Kata Johan, khusus wilayah Pomako, kebanyakan masyarakat yang tinggal sementara di daerah itu mempunya rumah di kampung-kampung pesisir. Pola hidup nomaden yang membuat mereka mendirikan tenda sementara, bahkan ada yang permanen.

“Kira-kira masyarakat mana yang tidur di bawah terpal? harus jelas! Data dari mana, harus jelas, karena berdasarkan data dari BPS, IPM untuk provinsi Papua Tengah, Timika paling tinggi dari semua kabupaten yaitu 70%.”

“Kalau data ini menjelaskan tentang itu, berarti nilai ini menekan angka kemiskinan di Timika. Tapi kalau pernyataan PJ Bupati bahwa masih banyak yang tidur di bawah terpal, berarti data BPS ini bohong, dan semua dari pusat sampai daerah bohong,” ungkapnya.

Johan menyatakan, saat masih bergabung dengan Kabupaten Fakfak, Timika termasuk daerah kumuh, belum ada pembangunan sama sekali. Jalan-jalan ke SP-SP masih hutan rimba, lorong-lorong di kota Timika masih amburadul.

“Tapi ketika Timika terlepas dari Fakfak dan berdiri sendiri menjadi kabupaten, barulah mulai dengan administrasinya. Dana yang dipakai untuk bangun Timika ini hanya puluhan miliar rupiah saja. Itu pun ada bantuan dari Freeport.”

“Jadi, siapa yang bilang Timika tidak maju? Sekarang kita lihat, Timika maju pesat dibandingkan kabupaten-kabupaten lain. Pembangunannya sangat cepat, ekonominya juga tumbuh cepat. Kita harus punya data stastik untuk membandingkan pembangunan dan perekonomian kita,” tuturnya.

Dikatakan, sejak 20 tahun yang lalu, Timika ini dibangun dalam konflik. Konflik dulu berbeda dengan sekarang. Masalah Papua merdeka lebih kencang sejak panglima TPN/OPM Kelly Kwalik, melakukan pergerakan di hutan rimba hingga perkotaan. Tapi Timika dibangun dalam kondisi yang stabil meski bendera bintang kejora berkibar di tengah-tengah pembangunan Timika.

“Tapi coba bayangkan saja di periode-periode sekarang, Timika lebih maju cepat, sangat maju sekali. Dan APBD yang tadinya hanya puluhan miliar sekarang berkembang cepat, dan sampai saat ini APBD Timika lebih dari seluruh kabupaten di Tanah Papua, yaitu Rp 5,1 triliun. Dan kemungkinan besar akan bertambah hingga 7- 10 triliun,” katanya.

“Pertanyaan saya, apakah nilai yang besar ini bisa merubah masyarakat yang hidup di bawah terpal-terpal? Menurut saya, ini pandangan yang keliru, karena untuk merubah sebuah daerah harus paham dulu karakter budaya dan adat istiadat daerah itu sendiri. Kita tidak boleh memvonis sesuatu kalau belum paham karakter budayanya,” tambahnya.

Johan berharap Valentinus tidak menggunakan kaca mata Jakarta untuk membangun Papua. Jika pola belum dirubah maka akan berujung konflik berkepanjangan.

“Kalau PJ Bupati belum sampai satu tahun tapi sudah memberikan pernyataan-pernyataan yang melenceng. Pernyataan-pernyataan yang seolah-olah selama ini masyarakat hidup di bawah terpal. PJ Bupati coba tanya para jubir atau staf-staf khususnya yang di samping kiri pak PJ, mereka yang punya data soal itu, mereka yang paham soal dampak APBD itu ke masyarakat,” tukasnya.

Lanjut dia, sebaliknya jika apa yang disampaikan Valentinus benar, maka orang-orang yang kini berada disampingnya juga bagian dari kejahatan sosial dan pembangunan di Timika.

“Makanya kami bilang, jangan gagal lagi, karena nanti dengar bisikan-bisikan dari mereka sudah pasti bukan mengurangi masyarakat yang tidur di bawah terpal, tapi malah menambah terpal. Kami curiga, barangkali pernyataan PJ ini berdasarkan data dari para pendulang emas di aliran sungai. Kalau itu yang dijadikan sebagai tolak ukur, maka pernyataan PJ Bupati salah besar.
Kami sarankan supaya PJ Bupati semestinya menjaga etika kepemimpinan karena pernyataan-pernyataan seperti ini seolah-olah menyalahkan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Nanti mereka juga bilang begini, kaki saja belum basah baru, belum kerja apa-apa sudah banyak bicara,” tegasnya.

Terakhir Johan Rumkorem berharap Kabupaten Mimika dapat terus kondusif sehingga aktifitas berjalan lancar. “Semoga semua berjalan dengan lancar, damai dan aman,” tandasnya.(Maku)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *