BERITA UTAMANASIONAL

Beri Angin Segar Kepala Desa Jangan Diproses Hukum, Pernyataan Jaksa Agung Bertentangan dengan UU Tipikor

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
25
×

Beri Angin Segar Kepala Desa Jangan Diproses Hukum, Pernyataan Jaksa Agung Bertentangan dengan UU Tipikor

Share this article
IMG 20230129 WA0043
Mukhawas Rasyid, SH, MH.

Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya
Klik Gambar Untuk Informasi Selanjutnya

Bone, fajarpapua.com – Ketua Umum Rumah Curhat Masyarakat (RCM) Mukhawas Rasyid, SH, MH menanggapi perintah tegas Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada jajarannya yang menyatakan bilamana ada laporan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala desa agar renungkan dulu, pada Rakernas 2023.

Pada saat itu Jaksa Agung juga menyampaikan kepala desa adalah seorang swasta, bahkan di kampung, dan menganggap kepala desa tidak mengerti bagaimana aturan keuangan pemerintah, kemudian dijadikan objek pemeriksaan.

“Tolong jangan lakukan itu, saya akan buat aturannya,” terang ST. Burhanudin dalam video saat Rakernas yang dihadiri para Kejaksaan dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Terhadap hal itu, Mukhawas menilai pernyataan yang dikeluarkan Jaksa Agung dalam Rakernas tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Karenanya dia meminta agar Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mencopot Jaksa Agung ST. Burhanuddin.

Pernyataan Jaksa Agung diyakini Mukhawas Rasyid akan semakin menambah semangat para kepala desa untuk melancarkan praktik korupsi. Kepala Desa mendapat legalitas “tanda kutip” agar tidak dijadikan objek pemeriksaan.

“Patut diingat, kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepala desa mempunyai wewenang, menetapkan APB Desa, mengembangkan sumber pendapatan desa, mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa,” katanya.

Mukhawas mempertanyakan dasar hukum apa yang digunakan Jaksa Agung ST. Burhanuddin sebagai Aparat Penegak Hukum (APH), untuk membuat aturan terkait apa bila ada laporan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala desa, jangan dijadikan objek pemeriksaan.

“Kami tidak memahami apa argumentasi hukum yang mendasari pernyataan Jaksa Agung,” tuturnya.

Ia mengungkapkan, akan ada budaya korupsi baru jika kebijakan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala desa tidak dijadikan objek pemeriksaan, kerugian mesti dilihat dari berbagai aspek. Tidak hanya pada jumlah kerugian negara berdasarkan uang yang hilang.

“Ini bukan soal kepala desa di kampung, dan kepala desa yang tidak mengerti bagaimana aturan keuangan pemerintah, tapi juga soal akibat lain yang ditimbulkan. Misalnya, ada kehidupan sosial dengan budaya korupsi akibat dari kejahatan itu,” ungkapnya.

“Sebagai aparat penegak hukum, pernyataan itu harusnya tidak disampaikan dalam Rakernas bahkan harusnya tidak terlintas dalam alam pikiran seorang Jaksa Agung,” imbuhnya. (Andi Ampa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *