BERITA UTAMAMIMIKA

Penetapan Tersangka Tidak Sah, Kuasa Hukum Johannes Rettob Minta Hakim Kabulkan Pra Peradilan

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
5
×

Penetapan Tersangka Tidak Sah, Kuasa Hukum Johannes Rettob Minta Hakim Kabulkan Pra Peradilan

Share this article
IMG 20230315 WA0002
Hakim Zaka Tallapaty SH,MH saat memimpin sidang praperadilan yang diajukan Johannes Rettob.Foto: Mas

Jayapura, fajarpapua.com– Permohonan Pra Peradilan di PN Kelas IA Jayapura yang dilayangkan oleh Johannes Rettob dan Selvy Herawaty selaku Pemohon terkait status penetapan tersangka dalam proyek pengadaan pesawat Cesna Grand Caravan dan Hellikopter oleh pihak Kejaksaan Tinggi Papua selaku Termohon sudah memasuki pembacaan kesimpulan.

Baik pemohon maupun termohon dalam persidangan menyampaikan kesimpulan dalam sidang yang dipimpin Hakim Tunggal Zaka Talapaty SH,MH pada Selasa, (14/3).

ads

Dalam sidang ini Hakim Tunggal meminta kepada para pihak untuk membacakan kesimpulan, meski sebelumnya Juhari SH,MH sebagai kuasa hukum pemohon meminta agar kesimpulan dianggap telah dibacakan. .

Dalam kesimpulan Kuasa Hukum Pemohon mengatakan selama persidangan termohon atau Kejaksaan Tinggi Papua tidak dapat membuktikan dalilnya.

Terkait itu kuasa hukum meminta kepada Hakim yang menyidangkan perkara ini untuk mengabulkan gugatan Pra Peradilan Pemohon untuk seluruhnya.

Ditegaskan pula, pemohon menilai penetapan tersangka kepada Johannes Rettob dan Selvi Herawaty tidak dapat dibuktikan oleh termohon.

Selain itu pemohon menyatakan perkara yang saat ini tengah ditangani oleh pihak Kejaksaan adalah tidak sah serta batal demi hukum.

Dengan berbagai fakta tersebut, kuasa hukum pemohon meminta agar termohon menghentikan penyidikan dalam kasus Pesawat Grand Caravan dan Hellikopter Airbus serta meminta putusan yang seadil – adilnya bagi kliennya.

Sementara Tim Kuasa Hukum Pemohon, Marvey J Dangeubun, SH, MH juga meminta agar Hakim Tunggal memutuskan penetapan tersangka oleh termohon tidak sah dan batal demi hukum.

Hal ini karena penetapan tersangka terhadap kliennya tidaklah mendasar, karena belum adanya perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan lembaga resmi, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Unsur penting dalam perkara tindak pidana korupsi harus ada hasil audit dari BPK. Jika belum ada audit BPK, maka perkara tersebut gugur dengan sendirinya,”tegasnya.    

Sementara termohon mengatakan keberatan pemohon yang menyatakan penetepan tersangka tanpa didasarkan adanya hasil Audit BPK RI sesuai SEMA Nomor 4 Tahun 2016 tidak dapat diterima.

Penetapan tersangka dalam perkara ini telah didasarkan minimal 2 alat bukti yang sah termasuk adanya hasil audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Tarmizi Achmad Nomor : 00176/2.0604/AP.7/09/0430/1/XI/2022 tanggal 11 November 2022.

Dan juga berdasarkan Laporan BPKP Perwakilan Provinsi Papua Nomor : PE.11.03/LHP-323/PW26/3.2/2022 tanggal 08 Agustus 2022, yang didalamnya terdapat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Nomor : 06/ML/XIX.JYP/05/2022 tanggal 23 Mei 2022.

Dikatakan SEMA Nomor 4 Tahun 2016 pada Rumusan Kamar Pidana poin 6 yang menyatakan instansi yang berwenang menghitung kerugian negara adalah BPK, tidak harus diikuti dan dapat dikesampingkan karena kedudukan SEMA berada dibawah ketentuan peraturan maupun perudangan-undangan tersebut diatas.

Persidangan pra peradilan ini akan dilanjutkan pada Kamis (16/3) di Gedung Pengadilan Negeri Jayapura pada pukul 10.00 WIT mendatang dengan agenda mendengarkan Putusan Hakim Tunggal atas perkara ini. (mas)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *