BERITA UTAMAMIMIKA

Nyawa Ratusan Ribu Warga Mimika “Bergantung” Pada Obat Malaria Impor, Dinkes Berupaya Cari Solusi

cropped 895e2990 d422 4061 9705 e533253f1607.jpg
4
×

Nyawa Ratusan Ribu Warga Mimika “Bergantung” Pada Obat Malaria Impor, Dinkes Berupaya Cari Solusi

Share this article
IMG 20220604 WA0056
Reynold Ubra

Timika, fajarpapua.com – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Reynold R. Ubra, S.Si.,M.Epid mengatakan Obat Anti Malaria (OAM) atau DHP-Firmal yang mengandung dihydroatermisini dan peperaquine merupakan obat program pemerintah pusat yang diberikan secara gratis untuk setiap kabupaten/kota di Indonesia dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit endemik malaria.

“Hanya saja, sampai dengan saat ini Pemerintah Kabupaten Mimika bersama stakeholder di Dinas Kesehatan masih mencari langkah konkrit untuk pemenuhan stok obat itu,” tutur Reynold sebagaimana dikutib dari akun youtube sebuah podcast edisi Jumat (3/6) di Kota Timika bersama Host Nanang Rupang dan narasumber Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika.

ads

“Kami beberapa hari lalu telah melakukan beberapa pertemuan untuk mengantisipasi stok out atau kekosongan obat biru ini,” beber Reynold.

Dikatakan, sebagaimana diatur dalam undang-undang kesehatan Nomor 36 Tahun 2019, pada pasal 14 – 20 mengatur tentang tanggung jawab Pemerintah Indonesia guna pemenuhan Kebutuhan kesehatan kepada warga negaranya.

Terkait hal itu, mengenai kelangkaan Obat Anti Malaria di Kabupaten Mimika secara khusus dan Papua bahkan Nasional, dirinya menambahkan pendistribusian penggunaan pil biru itu merupakan program pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan – RI.

“Walaupun secara gratis diberikan kepada setiap provinsi dan daerah, tapi kelangkaan saat ini disebabkan faktor impor obat itu dari negara asal,” tandas mantan Ketua Komisi Penanggunlangan Aids Daerah (KPAD) Mimika itu.

Sehingga sebagai pejabat publik, Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika telah berupaya bersama seluruh stakeholder untuk mencarikan solusi konkrit guna Pemenuhan kesehatan kepada warga Mimika.

Beberapa langkah dalam keputusan rapat para stakeholder melalui Pemerintah dan sektor swasta, yakni pertama petugas kesehatan akan memprioritaskan pasien yang benar – benar terkonfirmasi malaria dan pengobatannya hanya melalui resep dokter.

Yang kedua juga disepakati untuk setiap klinik atau dokter praktek di rumah sakit swasta, akan mendapatkan stok obat malaria hanya melalui Dinas Kesehatan, tidak lagi mendapatkan melalui Puskesmas terdekat atau cara-cara lain yang tidak dibenarkan.

“Tentunya petugas di Dinas Kesehatan akan melakukan verifikasi dan pemeriksaan berkas sampai pada permintaan obat yang akan diberikan,” tandasnya.

Masih dalam keputusan bersama itu, untuk yang ketiga ialah penggunaan alat test cepat atau Malaria Rapid Test untuk kader akan dibatasi.

“Jadi, semua yang mempunyai gejala malaria seperti demam, sakit kepala, mual silahkan ke fasiltas kesehatan terdekat untuk pemeriksaan mikroskopik guna mengetahui hasil malaria,” ajak Kadinkes Mimika itu.

Dia menambahkan upaya pencegahan malaria kepada ibu hamil (bumil) dan balita yakni dengan cara pemberian kelambu yang berisektisida atau berbahan antiseptik anti nyamuk anopheles penyebab malaria.

Karena itu, menurut Raynold, bersama data penelitian kesehatan yang sudah dilakukan oleh Yayasan Kesehatan Masyarakat Papua bersama Dinas Kesehatan di Provinsi Papua beberapa tahun terakhir ini, kasus Malaria di Papua masih tetap ada karena bersifat kekambuhan.

“Dalam kurun waktu 6 bulan, sesorang bisa kambuh malaria sebanyak dua sampai tiga kali tanpa digigit nyamuk,” bebernya.

Karena itu, Reonold meminta agar semua warga di Kabupaten Mimika penting menjaga kesehatan pribadi, keluarga serta lingkungan sekitar agar tetap sehat sehingga tidak kembali menanggung sakit akibat malaria itu.(edy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *